Ada Sinyal Cukai Rokok Naik, Omzet Pedagang Jadi Sorotan

Ada Sinyal Cukai Rokok Naik, Omzet Pedagang Jadi Sorotan

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Rabu, 25 Agu 2021 19:35 WIB
Cukai rokok 2021 naik menjadi 12,5%. Kenaikan tarif tersebut mulai berlaku pada Februari 2021 mendatang.
Ilustrasi/Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Sinyal kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang akan dilakukan pemerintah pada tahun depan membuat pedagang dan koperasi ritel ketar-ketir. Pasalnya saat ini omzet pelaku usaha anjlok hingga 50% akibat pandemi yang melemahkan daya beli konsumen.

Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (Akrindo) berharap pemerintah tidak terburu-buru menaikkan tarif cukai rokok pada 2022. Ketua Akrindo Sriyadi Purnomo menegaskan, ketika tarif cukai rokok naik, konsumen akan memilih dan memilah rokok berdasarkan pertimbangan harga. Akrindo saat ini menaungi sekitar 900 koperasi ritel di Jawa Timur.

"Otomatis konsumen berkurang, omzet juga berkurang," kata Sriyadi, Rabu (25/8/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sriyadi mencontohkan, toko ritel di kawasan industri, baik di sekitar pabrik dan perkantoran, adalah yang paling merasakan dampak pandemi. Dia juga melihat fenomena bahwa selama pandemi, tidak sedikit kaum pria sebagai kepala rumah tangga mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Seperti yang terjadi di Jawa Timur, para suami-suami pekerja terkena PHK, maka istri yang merupakan buruh linting harus mengambil peran pencari nafkah. Mengatasi situasi sulit seperti itu, mereka mulai berjualan," papar Sriyadi.

ADVERTISEMENT

Situasi ini membuktikan bahwa kehadiran pabrik rokok, khususnya sigaret kretek tangan (SKT), justru menjadi pendukung nafkah bagi keluarga buruh rokok yang didominasi perempuan.

"Jika tidak ada kenaikan cukai SKT di 2022, maka SKT tetap bisa bertahan untuk membantu pengangguran dan kemiskinan, juga membantu perekonomian dan masyarakat setempat di lingkungan yang di situ ada SKT-nya. Mutiplier effect-nya sangat luas sekali," ujarnya.

Sriyadi mengatakan, kehadiran SKT menggerakkan roda perekonomian di daerah setempat. "Adanya kos-kosan, pasar kaget sore dan pagi, dan bisnis apapun itu juga banyak sekali membantu masyarakat sekitar, khususnya mereka yang terkena PHK karena pandemi," ujarnya.

Tidak hanya pedagang tradisional dan ritel, petani tembakau juga terkena imbas kenaikan cukai. Sekretaris Jenderal DPN Gerbang Tani Billy Ariez mengatakan bahwa kenaikan cukai akan menurunkan produktivitas pabrikan sehingga kebutuhan atas pasokan tembakau berkurang sehingga berimbas langsung ke petani tembakau.

"Yang lebih rentan sebenarnya adalah petani tembakau, karena mereka sering kali tidak punya opsi, terlebih tidak punya opsi penjualan," kata Billy.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk melindungi petani tembakau ini adalah dengan membatalkan rencana kenaikan cukai pada 2022. Menurutnya, salah satu solusi untuk melindungi petani tembakau di situasi krisis saat ini adalah dengan tidak menaikkan cukai rokok.

"Cukai rokok kita sebenarnya sudah tinggi, lho. Kalau bisa jangan naik lagi. Dengan standar produk kita, sebenarnya itu sudah sangat tinggi. Karena biaya produksi yang tinggi itu kan yang sebenarnya berefek pada konsumen dan yang lain." ujarnya.

Gerbang Tani merekomendasikan agar pemerintah tidak menaikkan cukai rokok, khususnya juga pada segmen SKT yang banyak menyerap tembakau petani lokal.


Hide Ads