Pemerintah diminta untuk tak melanjutkan revisi PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (PP 109/2012) karena dinilai tidak efektif.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Ali Ridho mengatakan ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam melihat sebuah undang-undang dan dikatakan efektif. Pertama, legal substance (substansi hukum) yang berkaitan dengan isi atau substansi. Kedua, legal structure (struktur hukum) yang berkaitan dengan pelaku penegak yang menjalankan undang-undang tersebut. Terakhir, legal culture (budaya hukum) atau pemahaman masyarakat terhadap peraturan.
"PP 109/2012 sudah baik dari sisi substansinya, namun implementasinya masih perlu ditingkatkan. Kalau hanya satu saja yang kurang tidak bisa langsung direvisi. Sesungguhnya pada struktur hukum masih ada permasalahan. Maka yang perlu dibenahi bukan substansinya, tapi struktur dan budayanya," ujar Ali dalam keterangannya, Sabtu (11/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Revisi Aturan Tembakau Belum Urgent, Kenapa? |
Ia menjelaskan bahwa pemerintah juga perlu membangun budaya hukum masyarakat terutama para petani agar dapat memahami PP 109/2012 ini. "Kalau petani tidak tahu soal PP 109/2012, berarti tidak memenuhi budaya hukumnya," ujar Ali Ridho.
Ali Ridho menegaskan bahwa revisi PP 109/2012 tidak berkesinambungan dengan peraturan lainnya. Contohnya salah satu poin yang akan direvisi pada PP 109/2012 ini adalah terkait gambar peringatan akan diperbesar menjadi 90%. Menurut Ali Ridho hal ini akan melanggar Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
"Kalau merek itu hilang, semua menghilangkan identitas dia sepenuhnya, ini produk apa. Tidak boleh ditutupi, kalau ditutupi hilang esensinya. Maka konsep gambar peringatan diperbesar 90% ini berlebihan karena tidak memperhitungkan UU tersebut," tegasnya.