Pantas Sering Impor, Pabrik Gula RI Banyak yang 'Bangkotan'

Pantas Sering Impor, Pabrik Gula RI Banyak yang 'Bangkotan'

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Senin, 20 Sep 2021 20:45 WIB
Salah satu pabrik gula (PG) yang dibangun masa kolonial adalah PG Delanggu. Namun kini pabrik yang terletak di Desa/ Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah itu tinggal sisa bangunan-bangunan tua yang dimakan jaman. PG tersebut menurut catatan dibangun tahun 1917. Pada tahun 1933, pabrik berhenti beroperasi karena dampak krisis ekonomi malaise.
Ilustrasi/Foto: Achmad Syauqi
Jakarta -

Pembangunan pabrik gula baru perlu dilakukan untuk menggenjot produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga tidak lagi banyak impor dari luar negeri. Sebab, banyak pabrik gula di Indonesia sudah uzur, bahkan ada yang dibangun sejak tahun 1800-an.

Perusahaan gula atau SugarCo yang berisi pabrik-pabrik di bahwa Holding PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN Group pun dibentuk. SugarCo nantinya bekerjasama dengan investor untuk membangun pabrik baru.

Dalam memilih investor, Direktur Utama Holding PTPN III Mohammad Abdul Ghani mengatakan, ada sejumlah kriteria yang ditetapkan. Paparnya, calon investor memiliki keahlian dalam meningkatkan produktivitas (on farm), inovasi pabrik kelas dunia (off farm), akses ke industri global, serta memiliki pengalaman pendukung lain seperti industri turunan gula.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terpenting, kata dia, punya dana. Sebab, SugarCo nantinya membutuhkan dana di atas Rp 20 triliun untuk membangun pabrik gula baru. Sebab, banyak pabrik PTPN yang berusia tua, bahkan ada yang dibangun di tahun 1800-an.

"Karena harus dibangun pabrik baru, karena beberapa pabrik lama terlalu kecil kapasitasnya dan teknologinya sudah mungkin 150-200 tahun. Banyak yang pabrik-pabrik kami yang 1800-an dibangun. Jadi kalau diperbaiki, direvitalisasi itu sudah menurut saya nggak mungkin juga. Jadi harus dibongkar, ganti yang baru. Dan beberapa tempat akan kita bangun pabrik baru," paparnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Senin (20/9/2021).

ADVERTISEMENT

Abdul Ghani menjelaskan, pembentukan SugarCo telah dilakukan pada 17 Agustus 2021 dengan nama PT Sinergi Gula Nusantara (SGN). Kemudian, SGN ini disahkan Kementerian Hukum dan HAM pada 19 Agustus 2021.

Dia juga mengatakan, berdasarkan informasi yang diterimanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendukung pembentukan SugarCo ini. Nantinya, kepemilikan saham SugarCo ini yakni 51% PTPN (pemerintah) dan sisanya 49% investor.

"Pak Menteri rapat kabinet, informasi dari Pak Menteri menyatakan bahwa Presiden mendukung terbentuk SugarCo sebagai tujuan yang disampaikan meningkatkan produksi, meningkatkan kesejahteraan petani, menstabilkan harga," katanya.

Lebih lanjut, adapun proses yang masih berjalan saat ini adalah penyusunan proposal permintaan persetujuan kepada kreditur. Kemudian dilanjutkan dengan proses spin off.

"Kami sedang dalam proses sekarang ini pak, proses valuasi sedang berjalan KJPP. Lalu sedang proses due diligence jadi mereka akan segera mengirimkan tim, mengevaluasi, sebelum mereka menyampaikan offering," katanya.

Secara garis besar, pembentukan SugarCo ini ada beberapa tahapan. Sebutnya, pembentukan SugarCo di mana SGN memperoleh inbreng dari 35 pabrik gula. Setelah itu, PTPN gula melakukan spin off aset dan liabilitas bisnis gula sehingga PTPN III menjadi pemegang saham SugarCo.

"Setelah itu baru kita divestasi 49%. Jadi tebunya atau lahannya tidak kita divestasi, hanya pabriknya saja, di mana kita tetap mayoritas, tapi perusahaan ini nantinya bekerjasama dengan PTPN pemilik HGU menggunakan organisasi PTPN lama untuk menanam dan mengelola tebunya. Tebunya setelah panen dikirim ke PG-PG yang di dalam lingkungan PT SGN," terangnya.

(acd/eds)

Hide Ads