Bu Sri Mulyani, Begini Jadinya Nasib Buruh kalau Cukai Rokok Naik 2022

Bu Sri Mulyani, Begini Jadinya Nasib Buruh kalau Cukai Rokok Naik 2022

Tim detikcom - detikFinance
Selasa, 02 Nov 2021 16:06 WIB
Cuaca mendung dan hujan selama dua hari ini, membuat petani tembakau di lereng Merapi-Merbabu harus turun gunung. Hal itu dilakukan demi untuk mendapatkan sinar matahari.
Bu Sri Mulyani, Begini Jadinya Nasib Buruh kalau Cukai Rokok Naik 2022
Jakarta -

Salah satu penggerak ekonomi di Indonesia adalah sektor industri padat karya. Hal ini karena jumlah tenaga kerjanya yang mencapai jutaan orang. Di tengah pandemi COVID-19 ini sektor padat karya harus diberi perhatian khusus dan dilindungi.

Karena itu sektor yang tertekan harus diberikan stimulus. Misalnya kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) akan memperkeruh keadaan ekonomi nasional. Apalagi Industri Hasil Tembakau (IHT) ini merupakan sektor yang padat karya, khususnya Sigaret Kretek Tangan (SKT) dari rencana kenaikan CHT tahun 2022.

Anggota Badan Anggaran DPR RI Muktarudin mengungkapkan kontribusi dari sektor padat karya ini menyerap tenaga kerja sangat besar, tentunya sangat berpengaruh dalam rangka menekan angka pengangguran dan mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sehingga harusnya sektor ini banyak diberikan stimulus bukan memberikan tekanan baik dari regulasi-regulasi cukai dalam situasi krisis," kata dia, Selasa (2/11/2021).

Dia mengungkapkan, saat ini pemerintah berencana meningkatkan kembali CHT dengan tujuan menurunkan angka prevalensi merokok. Menurut Mukhtarudin, kenaikan CHT akan memukul sektor padat karya yakni segmen SKT yang menyerap tenaga kerja sangat besar.

ADVERTISEMENT

"Saya berharap di tengah situasi sulit dan banyaknya orang yang di-PHK saat ini, kebijakan cukai hasil tembakau tidak makin memperburuk situasi. Untuk sektor padat karya SKT seharusnya tidak ada kenaikan tarif cukai pada 2022, mengingat dampaknya terhadap tenaga kerja dan industri itu sendiri," ujarnya.

Menurut dia kebijakan yang bersinggungan dengan sektor padat karya melalui Industri Hasil Tembakau sudah diatur sedemikian rupa, termasuk juga dengan kebijakan cukainya. Maka dari itu, pemerintah perlu mendeteksi dampak dari rencana kenaikan cukai di tahun 2022 itu.

"Pemerintah harus berpikir secara cermat, jangan hanya memikirkan peningkatan pendapatan negara tapi mengabaikan dampak dari industri padat karya sebagai salah satu penggerak roda perekonomian juga," jelasnya.

Kemudian untuk segmen rokok mesin, Mukhtarudin menilai seharusnya juga tidak eksesif seperti kenaikan CHT pada dua tahun belakangan dan bisa dilakukan secara moderat yang disesuaikan dengan inflasi.

"Menurut saya ini win-win solution, di mana industri tetap dapat bertahan, tenaga kerja terlindungi dari PHK, dan tujuan pengendalian konsumsi dapat tercapai," imbuh dia..

Direktur Industri Minuman, Industri Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Edy Sutopo juga mengungkapkan perlu dipertimbangkan keadaan industri saat menetapkan kebijakan CHT.

"Kami kurang sepakat jika cukai dinaikkan terlalu tinggi. Harus hati-hati tentang kenaikan tarif CHT ini, karena Indonesia masih membutuhkan itu. Kalau industri ini suffer, ini akan berdampak pada penerimaan negara," katanya.

Selain itu, kata Edy, yang perlu dipahami ketika membahas CHT adalah dampaknya terhadap IHT, petani dan juga buruh. Pasalnya, peranan ketenagakerjaan pada sektor ini cukup besar.

"Sepanjang 2020 itu ada 4.500 tenaga kerja IHT yang di-PHK. Kami berkali-kali mendapat keluhan dari petani karena dengan penurunan produksi rokok, penyerapan terhadap bahan baku tembakau makin seret," ujarnya. Dia berharap masyarakat kecil seperti petani dan buruh tidak dikesampingkan dalam merumuskan sebuah kebijakan CHT 2022.


Hide Ads