Duga Untung Tes PCR Kegedean, Komisi VI Minta KPPU Selidiki

Duga Untung Tes PCR Kegedean, Komisi VI Minta KPPU Selidiki

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 09 Nov 2021 15:50 WIB
Swab test PCR (Polymerase Chain Reaction) masih menjadi pilihan masyarakat untuk mengetahui status COVID-19.
Duga Untung Tes PCR Kegedean, Komisi VI Minta KPPU Selidiki
Jakarta -

Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade meminta harga tes PCR diturunkan maksimal menjadi Rp 200 ribu. Saat ini harga tertinggi yang ditetapkan pemerintah adalah Rp 275 ribu di Jawa-Bali. Menurut Andre harga tes PCR di Rp 180 ribu pun sudah menghasilkan untung.

"Saya rasa masih bisa Rp 170-180 ribu masih untung itu," katanya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan BUMN farmasi, Selasa (9/11/2021).

Dia pun membeberkan hitung-hitungan modal yang dibutuhkan untuk menyediakan jasa layanan tes PCR. Harga mesin PCR, disebutnya sekarang ada yang hanya Rp 250 juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kalau ada orang bilang investasi miliaran nggak ada itu, itu hanya butuh Rp 250 juta. Bahkan sekarang banyak pabrik-pabrik mesin PCR dan kit (alat tes PCR) itu menggratiskan mesinnya sehingga cukup lab-lab kita itu beli kit-nya saja, mesinnya nanti dipinjamkan secara gratis oleh pabrik. Jadi investasi Rp 250 juta nggak perlu-perlu amat, ada opsi seperti itu sekarang," tuturnya.

Komponen PCR kit, termasuk di dalamnya reagen jika ditotal menurutnya hanya Rp 100 ribuan, bahkan dia menilai bisa lebih murah dari itu.

ADVERTISEMENT

"Rp 100 ribu itu modal kit, lalu anggap mesinnya kita KSO dengan pabrik. Apalagi sih biayanya? ada biaya nakes, biaya APD, dan lain-lain. Tapi kan satu lab itu bisa ratusan bahkan ribuan spesimen sehari. Anggaplah untuk modalnya Rp 100.000 yang tadi PCR kit, nakes, APD, operasional untung berapa sih? Rp 50 ribu, Rp 70 ribu ya masih di bawah Rp 200 ribu, sudah pakai margin. Anggaplah 200 ribu maksimum, pokoknya bisa di bawah Rp 200 ribu. Nah India itu bisa Rp 110 ribu. Nah kenapa Indonesia bisa jual Rp 2,5 juta, Rp 1 juta, Rp 1,5 juta? tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid meminta agar masalah harga tes PCR diselidiki oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sebab dia menilai ada praktik usaha yang tidak sehat ataupun monopoli.

"Tidak mungkin harga itu menjadi tidak wajar dan tidak keekonomisan kalau tidak ada sesuatu secara ekonomi. Pasti ada market failure (kegagalan pasar), kalau tidak monopoli, ada praktik usaha yang tidak sehat," tuturnya.

Lanjut ke halaman berikutnya.

Simak video 'Andre Rosiade Bedah Struktur Harga PCR: Harusnya di Bawah Rp 200 Ribu!':

[Gambas:Video 20detik]



Untuk itu dia mengusulkan agar diagendakan rapat antara Komisi VI DPR RI dengan KPPU. Selanjutnya KPPU dapat menindaklanjuti adanya dugaan praktik usaha tidak sehat atau monopoli di bisnis PCR.

"Supaya KPPU melakukan pemeriksaan dan penyelidikan apa sebabnya harga PCR itu mahal selama ini, diduga ada praktek usaha yang tidak sehat dan monopoli di situ, dan yang jelas bukan BUMN, karena BUMN hanya menguasai 20% sampai 22% daripada spesimen yang beredar," sambung Nusron.

Dugaan lainnya bahwa penguasa tes PCR sengaja memanfaatkan situasi yang dipicu oleh pandemi COVID-19, di mana tes PCR menjadi kebutuhan masyarakat.

"Saya kira celetukan Uda Andre betul itu dzolim, menyulitkan/mempermainkan orang yang lagi susah. Harusnya kita hidup di dunia ini agama apapun menyarankan, Pancasila pun mengatakan bahwa kita harus membantu orang yang sedang sulit bukan malah mempermainkan orang yang sedang sulit," tambahnya.


Hide Ads