Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) terkejut atas keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok 2022 rata-rata sebesar 12%.
Kebijakan itu dinilai akan kembali memukul kinerja industri di tengah pemulihan akibat dampak pandemi COVID-19, serta tidak memberi kesempatan bagi sektor padat karya tersebut untuk pulih dan bertumbuh pascapandemi.
Ketua Media Center AMTI Hananto Wibisono menghormati keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok. Namun besaran kenaikan cukai rokok dinilai tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentunya, ini akan berdampak pada industri padat karya. Perlu diingat, IHT adalah industri penyumbang 10% penerimaan pajak negara dan menyerap 6 juta tenaga kerja. Industri ini juga salah satu yang paling resilien dalam mempertahankan tenaga kerjanya di masa pandemi, yang mana banyak sekali sektor lain yang melakukan PHK," kata Hananto, Selasa (14/12/2021).
Kenaikan tarif cukai yang cukup tinggi terjadi pada kategori Sigaret Putih Mesin (SPM), mulai dari 13,9% (golongan I) hingga 14,4% (golongan II B). Bahkan kategori Sigaret Kretek Tangan (SKT) pun tak luput dari kenaikan tarif cukai, dengan kenaikan tertinggi 4,5%. Naiknya tarif cukai SKT dinilai akan mengganggu proses pemulihan segmen padat karya.
Namun, AMTI menghargai pertimbangan pemerintah terhadap perlindungan tenaga kerja melalui kenaikan cukai SKT yang jauh lebih rendah dari rokok mesin. Hal itu memberikan harapan bagi industri atas keberpihakan pemerintah terhadap segmen padat karya.
Hananto berpendapat bahwa segmen SKT memerlukan perhatian dan perlindungan lebih karena selama ini sangat terdampak pandemi COVID-19, terutama karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang mempengaruhi biaya operasional pabrik dan kapasitas produksi.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Simak Video "Kaji Tarif Cukai Rokok 2021, Sri Mulyani Pertimbangkan 5 Hal"
[Gambas:Video 20detik]