Cukai Rokok Naik 12% Tahun Depan, Industri Tembakau Terkejut

Cukai Rokok Naik 12% Tahun Depan, Industri Tembakau Terkejut

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 14 Des 2021 19:15 WIB
Pemilik warung kelontong menata rokok di Jakarta, Selasa (14/12/2021). Cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tahun depan ditetapkan naik oleh pemerintah. Rata-rata kenaikannya sebesar 12%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kenaikan ini sudah disetujui oleh Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) terkejut atas keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok 2022 rata-rata sebesar 12%.

Kebijakan itu dinilai akan kembali memukul kinerja industri di tengah pemulihan akibat dampak pandemi COVID-19, serta tidak memberi kesempatan bagi sektor padat karya tersebut untuk pulih dan bertumbuh pascapandemi.

Ketua Media Center AMTI Hananto Wibisono menghormati keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok. Namun besaran kenaikan cukai rokok dinilai tinggi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tentunya, ini akan berdampak pada industri padat karya. Perlu diingat, IHT adalah industri penyumbang 10% penerimaan pajak negara dan menyerap 6 juta tenaga kerja. Industri ini juga salah satu yang paling resilien dalam mempertahankan tenaga kerjanya di masa pandemi, yang mana banyak sekali sektor lain yang melakukan PHK," kata Hananto, Selasa (14/12/2021).

Kenaikan tarif cukai yang cukup tinggi terjadi pada kategori Sigaret Putih Mesin (SPM), mulai dari 13,9% (golongan I) hingga 14,4% (golongan II B). Bahkan kategori Sigaret Kretek Tangan (SKT) pun tak luput dari kenaikan tarif cukai, dengan kenaikan tertinggi 4,5%. Naiknya tarif cukai SKT dinilai akan mengganggu proses pemulihan segmen padat karya.

ADVERTISEMENT

Namun, AMTI menghargai pertimbangan pemerintah terhadap perlindungan tenaga kerja melalui kenaikan cukai SKT yang jauh lebih rendah dari rokok mesin. Hal itu memberikan harapan bagi industri atas keberpihakan pemerintah terhadap segmen padat karya.

Hananto berpendapat bahwa segmen SKT memerlukan perhatian dan perlindungan lebih karena selama ini sangat terdampak pandemi COVID-19, terutama karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang mempengaruhi biaya operasional pabrik dan kapasitas produksi.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Industri Lakukan Penyesuaian

Ia mengatakan, ada biaya ekstra yang harus dikeluarkan industri untuk menerapkan protokol kesehatan. Ditambah lagi pembatasan kapasitas pabrik juga mempengaruhi produksi.

"Perlu diingat juga, pekerja SKT didominasi para perempuan yang mayoritas tulang punggung keluarga. Harus ada perlindungan ekstra untuk kebijakan tarif cukai SKT karena agar mereka yang menggantungkan hidupnya pada segmen ini bisa mempertahankan kelangsungan hidup," sebutnya.

Pemberlakuan kebijakan cukai rokok per 1 Januari 2022 juga dianggap menyulitkan para pelaku IHT, mulai dari hulu ke hilir untuk melakukan serangkaian penyesuaian. Dengan minimnya waktu penerapan tersebut, diharapkan Bea Cukai juga siap untuk memenuhi permintaan pencetakan pita cukai. Implementasi kebijakan tersebut diminta jangan sampai mengganggu proses produksi.

Mata rantai IHT, lanjut Hananto, masih akan menunggu realisasi resmi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai penerapan tarif cukai yang baru ini. Seluruh pelaku industri IHT, mulai dari hulu hingga hilir, juga akan melakukan konsolidasi internal untuk mulai menghitung secara riil kenaikan harga jual eceran (HJE) produk rokok sebagai dampak kenaikan CHT.



Simak Video "Kaji Tarif Cukai Rokok 2021, Sri Mulyani Pertimbangkan 5 Hal"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads