Langkah yang ketiga macet yang dimaksud Erick yaitu investasi blast furnace, di mana investasi senilai US$ 850 juta sejak 2008. Sempat ada titik terang dengan China, namun gagal.
"Kemarin sempat ada diskusi dengan partner China. Mereka ingin ambil alih blast furnace ini, tetapi dibetulin total dan mereka tambah duit dengan hitung-hitungan yang baik cuma nggak jadi karena baja lagi naik harganya. Jadi, untuk membangun pabriknya mereka butuh dua kali lipat jadi mereka mundur," kata Erick.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, langkah kedua mengenai negosiasi dengan salah satu perusahaan baja besar POSCO. Pemerintah mendorong agar kerja sama bisa 50-50. Namun, Erick mengakui hal ini tidak mudah dan sampai saat ini belum ada tanggapan dari POSCO sendiri.
"Salah satunya negosiasi ulang, karena kan selama ini KS kerja sama dengan POSCO, jadi POSCO mayoritas kita minoritas. Ini kita lagi coba untuk 50-50, belum ada jawaban dari POSCO namanya juga usaha, belum ada jawaban masih tahap negosiasi," ungkapnya.
Terakhir Erick mengungkap kemungkinan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority alias INA untuk berinvestasi di Krakatau Steel.
"Nah ini salah satunya sebenarnya kita mengundang, ini bukan jeruk makan jeruk ya, INA untuk berinvestasi, INA sebenarnya kan kita juga ya untuk investasi sehingga barangnya nggak lari ke luar," imbuh Erick.
(fdl/fdl)