Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto menghadiri pertemuan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) ke-11 di Kuala Lumpur, Malaysia. Salah satu topik yang dibahas pada pertemuan yang berlangsung Rabu (17/5/2023) itu adalah soal kolaborasi dan konsolidasi antar negara produsen minyak sawit.
Pertemuan tersebut dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perkebunan dan Komoditas (MPC) Malaysia Dato' Sri Haji Fadillah bin Haji Yusof. Sementara itu, Menteri Pertanian dan Peternakan Honduras Laura Suazo Torres berpartisipasi secara virtual.
"Saya mengapresiasi pertemuan tingkat menteri CPOPC ke-11 yang diselenggarakan di Kuala Lumpur ini. Banyak hal sudah dibahas, pertama mengadopsi Honduras menjadi negara baru anggota CPOPC. Ini menjadi sejarah karena dalam waktu dekat kita juga menambah Papua Nugini (sebagai anggota)," ungkap Airlangga dalam keterangannya, Rabu (17/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para menteri yang hadir pada pertemuan itu optimistis produksi, permintaan, dan harga minyak sawit akan terus tumbuh positif di 2023, dan industri kelapa sawit akan terus memainkan peranan penting dalam memastikan ketahanan pangan untuk populasi global.
"Walaupun ada banyak tantangan terhadap industrinya, dan tentunya kami juga melihat tantangan terhadap produknya, baik di Eropa, India, maupun beberapa negara lainnya, namun kami mengapresiasi CPOPC yang melakukan joint visit antara Indonesia dan Malaysia ke Uni Eropa di akhir bulan ini," tutur Airlangga.
Menyikapi perkembangan terkini di Uni Eropa (UE), khususnya Peraturan Deforestasi UE (EUDR) yang berpotensi memberi dampak negatif pada industri kelapa sawit dan mengecualikan petani kecil dari rantai pasok, CPOPC akan menyelenggarakan misi bersama untuk negara produsen ke Brussels, Belgia, pada 30-31 Mei 2023. Misi bersama itu juga akan bertemu dengan para pemain utama industri kelapa sawit dan organisasi masyarakat sipil di UE.
"Kami optimis bahwa dengan semakin banyaknya (anggota) CPOPC maka akan dapat menyejahterakan masyarakat di masing-masing negara anggota. Di samping itu, kami juga sampaikan bahwa smallholder atau petani kecil (nano farmer) merupakan backbone dari industri kelapa sawit. Sebagai komoditas strategis, minyak sawit telah membuktikan menjadi salah satu solusi alternatif ketahanan pangan mengingat kondisi geopolitik saat ini di Eropa sebagai akibat Perang Ukraina-Rusia," jelas Airlangga.
Para menteri tersebut juga minyak sawit akan tetap menjadi bahan baku penting untuk produksi biodiesel, sehingga dapat memastikan ketahanan energi dunia dalam jangka panjang. Meskipun ketersediaan dan pasokan minyak nabati utama masih belum pasti pada tahun ini, namun minyak sawit masih berpeluang tumbuh karena ketersediaan, keserbagunaan, dan daya saing harganya
"Minyak sawit tidak hanya penting bagi negara-negara anggota CPOPC, tapi juga untuk dunia," cetus Airlangga.
Pertemuan tingkat menteri tersebut juga diikuti oleh perwakilan Kolombia, Ghana, dan Papua Nugini sebagai negara pengamat, serta Nigeria sebagai negara tamu. Keempat negara itu menyatakan dukungannya terhadap strategi dan prioritas Dewan CPOPC yang bertujuan mendukung pengembangan industri dan mengatasi tantangan global, seperti ketahanan pangan dan energi terbarukan.
(akd/ega)