Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melakukan pertemuan dengan Menteri Industri dan Teknologi Informasi (Minister of Industry and Information Technology/MIIT) RRT Jin Zhuanglong pada Selasa (4/7) lalu. Melalui pertemuan tersebut, Agus ingin kerja sama kedua negara semakin ditingkatkan melalui beberapa kolaborasi potensial di sektor industri yang ditawarkan.
Agus pun menawarkan potensi kerja sama di industri farmasi dan industri hijau dengan China. Berkaitan dengan kerja sama industri farmasi, Agus menyampaikan Indonesia masih membutuhkan bahan baku obat impor. Pihaknya mengharapkan China membuka peluang untuk Indonesia impor bahan baku obat selain paracetamol.
"Sistem kesehatan Indonesia saat ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia, menjangkau 240 juta penduduk dengan turnover value mencapai US$ 40 miliar. Karenanya, pendalaman struktur industri farmasi sangat penting untuk dilakukan," jelas Agus dalam keterangannya, dikutip Jumat (7/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerja sama lainnya yang ditawarkan Indonesia adalah terkait pengembangan industri hijau yang memprioritaskan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Menurut Agus, industri hijau juga penting dengan meningkatnya kebutuhan pasar akan produk hijau.
Selain itu juga penting bagi peraturan tentang praktik berkelanjutan di pasar global seperti Ecolabel, Carbon Tax, Carbon Border Adjustment Mechanism, environmental management system, atau sertifikat lain yang menjamin legalitas sumber daya,
Dalam hal ini, Agus mengharapkan Indonesia-RRT bisa bekerja sama untuk mengembangkan green products melalui industri bioprospektif yang memproses sumber daya biologis, termasuk tumbuhan, mikroorganisme, dan hewan.
"Salah satu potensi sumber daya untuk industri ini yang dimiliki Indonesia adalah rumput laut dan mikroalgae yang dapat diproses menjadi bahan baku bio produk, seperti bagi bioplastic, biofuels, dan pupuk," papar Agus.
Agus juga berharap untuk dapat segera berdiskusi bersama dan menghasilkan perjanjian yang mengikat antara kedua negara mengenai pengembangan manufaktur bagi kedua negara, yang mencakup kerja sama akan mencakup pengembangan EV, photovoltaic, talent development, dan industri bioprospektif.
Kemudian, Menteri Industri dan Teknologi Informasi (Minister of Industry and Information Technology/MIIT) RRT Jin Zhuanglong juga menawarkan potensi kerja sama dengan Indonesia. Menurut Agus ada empat inisitif baru kerja sama yang ditawaran China.
Empat inisiatif yang ditawarkan RRT meliputi kelanjutan ASEAN China Forum on Emerging Industries dan Ministerial Dialogue on Industry, penguatan kerja sama pada emerging industries, kerja sama terkait dengan Industri 4.0 dan New Energy Vehicle (NEV), serta kerja sama terkait photovoltaic (PV).
Sejalan dengan upaya transformasi teknologi industri untuk memperkuat Industri 4.0, Menperin menyambut inisiatif kerja sama yang ditawarkan, yakni mengundang industri teknologi informasi di Tiongkok untuk meningkatkan investasi di Indonesia.
"Kami melihat industri asal RRT memiliki kekuatan besar di sektor ini, misalnya Huawei yang sebelumnya telah kami kunjungi pabriknya", ujar Agus.
Menperin juga menyambut peluang-peluang untuk mengoptimalkan kerja sama yang telah terjalin sebelumnya, di antaranya di bidang Electric Vehicle (EV) dan New Energy Vehicle (NEV). Indonesia menargetkan untuk menjadi hub produsen kendaraan listrik di kawasan yang berdaya saing global. Kebijakan ini juga memberikan ruang bagi kerja sama, yang dalam kesempatan ini ingin dijalin dengan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan sektor swastanya.
Kesiapan Indonesia dalam mengembangkan ekosistem kendaraan listrik merupakan modal penting bagi kerja sama dengan RRT. Di sisi lain, Tiongkok merupakan produsen terbesar EV yang pangsa pasarnya mencapai sepertiga dari produksi global.
"Kerja sama ini akan dapat mewujudkan cita-cita ASEAN menjadi lebih hijau dan berkelanjutan," papar Agus.
Terkait perjanjian ASEAN-China Free Trade Area (ASEAN-China FTA) yang telah diimplementasikan sejak 1 Januari 2010, Menperin mengharapkan agar proses perundingan berharap perundingan dapat berjalan dengan baik, sehingga mampu menyempurnakan hal yang sudah ada.
"Khususnya pada isu-isu inisiatif baru seperti ketahanan rantai pasok, ekonomi digital, ekonomi hijau dan konektivitas," pungkas Agus.
(ada/das)