Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Pahala Mansury mengatakan Indonesia membuka seluas-luasnya kesempatan semua negara bekerja sama dalam hal pengembangan industri kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Tanah Air. Syaratnya, kerja sama tersebut harus memberikan manfaat bagi kedua negara.
Pahala mengatakan keinginan negara lain melakukan hilirisasi industri baterai dan kendaraan listrik di Indonesia sangat tinggi. Hal ini merupakan salah satu momentum yang diharapkan bisa dioptimalkan.
"Bagaimana Indonesia melalui diplomasi ekonomi ini, melalui global partnership ini bisa mengundang investasi dari negara-negara lain untuk bisa melakukan hilirisasi khususnya dalam hal melakukan hilirisasi materi baterai, sampai baterai dan bahkan mungkin juga mencapai produksi dari EV di Indonesia," katanya dalam wawancara eksklusif bersama detikcom yang tayang Rabu (2/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pahala mengungkapkan sudah ada pendekatan dari beberapa negara untuk kerja sama membangun industri baterai kendaraan listrik di Indonesia. Dengan Amerika Serikat (AS) dan China bahkan sudah ada kerja sama terkait hal tersebut melalui PT Vale Indonesia Tbk, Zhejiang Huayou Cobalt Co (Huayou) China, dan produsen mobil global Ford Motor Co.
Lalu dengan Korea Selatan (Korsel) melalui LG Energy Solution, pembahasan masih terus berlangsung dan diharapkan bisa selesai tahun ini.
"Ada beberapa yang kita berharap sudah bisa diselesaikan di tahun ini, seperti misalnya dengan salah satu produsen baterai dari Korsel, kita tentunya berharap bahwa rencana kerja sama tersebut, kerangka kerja bersamanya itu bisa diselesaikan pada tahun ini," bebernya.
Indonesia juga melirik berbagai negara seperti Australia, Jerman, dan negara Uni Eropa lainnya. Dengan Australia, belum lama ini Pahala melakukan pertemuan dengan Menteri Industri dan Sains Ed Husic yang membahas penguatan kerja sama di sektor hilirisasi dan rantai pasok industri EV.
"Indonesia kurang lebih menguasai 26% dari cadangan nikel, sementara Australia juga menguasai cadangan lithium yang sangat besar kalau nggak salah di atas 20% dibandingkan dengan cadangan global dunia. Jadi Indonesia dan Australia ini dua-duanya memiliki peran yang sangat penting dalam hal memproduksi baterai NMC lithium ion ke depannya," bebernya.
Terkait hal ini, Pahala menyebut ada satu bentuk perjanjian kerja sama ekonomi yaitu Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) yang diharapkan bisa terealisir selambat-lambatnya di 2024. Dengan begitu diharapkan Indonesia bisa memperoleh manfaat insentif dari AS terhadap produk materi baterai.
"Itu adalah sebuah perjanjian kerja sama yang memang kita harapkan akan bisa mendorong Indonesia untuk menjadi salah satu negara nantinya yang bisa mendapatkan manfaat atau insentif dari AS," pungkasnya.
Lihat juga Video: Menanti Taji Diplomasi Ekonomi Sang Bankir