Saat rapat dengan Komisi VI DPR, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mendapat pertanyaan tentang besaran kontribusi nilai tambah investasi asing dalam program hilirisasi yang kembali ke Indonesia.
Pasalnya ada yang bilang dalam hiliriasai nikel sebagian besar nilai tambahnya malah dinikmati asing. Oleh karena
"Sejauh mana kebernaan ini. Presiden sudah membantahnya dalam pidatonya di 16 Agustus bahwa nikel terjadi setelah hilirisasi terjadi kenaikan ekspor luar biasa. Tetapi karena basis angkanya dari kecil sehingga kelihatannya luar biasa," ujar Anggota Komisi VI DPR RI Harris Turino, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri Investasi/BKPM dan Menteri Koperasi dan UKM, di Senayan, Jakarta, Senin (4/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi sebenarnya, 'kue madu' itu yang menikmati siapa? Ini tugas Pak Bahlil memastikan madunya ada di Indonesia," tambahnya.
Merespons hal itu, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan kontribusi investasi asing di sektor hilirisasi tak akan masuk sepenuhnya ke kantong Indonesia. Dalam hal ini, melalui devisa hasil ekspor (DHE), duit pengusaha hanya akan masuk 20-30% ke Indonesia.
Bahlil pun mencontohkan lewat hilirisasi nikel, pembiayaan alias kredit hingga teknologi hilirisasi berasal dari investor asing. Sehingga apabila ada pemasukan dari luar lewat ekspor, para pengusaha smelter di Tanah Air ini juga harus membayar pokok bunga pinjaman kepada pemberi kredit.
"Jangan mimpi DHE dari hasil industri akan kembali seutuhya ke Indonesia, karena tidak mungkin industri yang dibangun, misal hilirisasi nikel, semua kredit kan dari luar, teknologi luar. Begitu ada hasil penjualan revenue, yang mereka lakukan pertama adalah membayar pokok bunga pinjaman mereka. Yang kembali ke kita berapa? Paling tinggi 20-30%. Itupun hanya untuk operasional," jelasnya.
Di sisi lain, Bahlil menilai, Indonesia sendiri bisa saja menarik seluruh duit hasil hilirasisi tersebut, seperti yang telah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokow) yang kerap menyebut RI untung RI melonjak hingga Rp 510 triliun. Namun demikian, bukannya pemerintah tidak mau, melainkan industri punya keterbatasan.
"Bukan tidak kembali karena tidak mau dibawa, bukan. Itu 30-40% bisa kembali, tetapi selebihnya dia harus bayar pokok tambah bunga, itu untuk industri (hilirisasi). Tapi kalau untuk tambang, penuh kembali ke Indonesia," tegasnya.
Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik
Bahlil juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah percaya pada pandangan ekonom sebelum ada paparan data yang jelas. Ia tak merinci siapa ekonom yang dimaksudnya, namun ia mencontohkan terkait omongan pengamat yang menyebut harga nikel RI hanya US$ 45 plus US$ 3, tidak sampai US$ 80, sehingga membuat Indonesia rugi.
"Macam mana cara hitungnya? Pajak ekspor kan 10-15%, biaya logistik pengiriman US$ 12. Logistik penguatan berapa? Kalau dihitung-hitung US$ 70-75. Masa orang nggak boleh untung US$5-10 untuk trading?" paparnya.
Sebagai tambahan informasi, sebelumnya ekonom senior INDEF Faisal Basri sempat menyoroti program hilirisasi yang tengah digencarkan pemerintah. Lewat bloh pribadinya, ia menilai, program ini hanya menguntungkan China. Persentasenya mencapai 90% dari total keuntungan.
"Hilirisasi sekadar bijih nikel jadi nickel pig iron (NPI) jadi feronikel lalu 99% diekspor ke China. Jadi hilirisasi di Indonesia nyata-nyata mendukung industrialisasi di China. Dari hilirisasi itu, kita hanya dapat 10%, 90% ke China," kata Faisal Basri dalam acara Kajian Tengah Tahun INDEF bertemakan Menolak Kutukan Deindustrialisasi, yang dikutip dari CNN Indonesia.
(/hns)