Pemerintah Minta Industri Tinggalkan Pemakaian Timbal, Ini Alasannya

Pemerintah Minta Industri Tinggalkan Pemakaian Timbal, Ini Alasannya

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Minggu, 22 Okt 2023 11:00 WIB
Timbal beracun: Satu dari tiga anak di dunia terpapar, bisa mengakibatkan cacat seumur hidup
Foto: BBC Magazine
Jakarta -

Pemerintah mulai meminta kepada industri untuk mengalihkan penggunaan timbal. Pasalnya, paparan timbal dari produk-produk industri dinilai sangat berbahaya bagi masyarakat.

Asisten Deputi (Asdep) Pengelolaan Sampah dan Limbah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rofi Alhanif mengatakan pemerintah berkomitmen untuk mulai mengurangi pemakaian timbal pada industri agar tidak memberikan dampak negatif kepada masyarakat.

Meski belum bisa 100% dihilangkan, Rofi mengatakan industri seharusnya sudah dapat mengembangkan teknologi yang dapat menggantikan timbal agar dampak dari timbal bisa diminimalisir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya kira mungkin sampai saat ini kehadiran timbal dari berbagai industri tidak bisa 100% dihilangkan, kami dengar sudah banyak skrng alternatif pengganti timbal tersebut, namun nampaknya belum bisa diakses oleh seluruh industri," kata Rofi dalam keterangannya, Minggu (22/10/2023).

Rofi memaparkan, data dari UNICEF menunjukan, lebih dari 8 juta anak di indonesia memiliki kadar timbal dalam darah diatas 5 mikrogram per desiliter (Îŧg/dL). Paparan tersebut bisa menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan anak-anak, untuk masyarakat, dan bahkan bisa mengakibatkan dampak yang fatal terhadap tubuh manusia.

ADVERTISEMENT

Bahkan, Divisi Pediatri Lingkungan di New York University mencatat, paparan timbal di Indonesia menyebabkan kerugian sekitar US$ 37,9 miliar atau setara dengan Rp 600 triliun (kurs Rp 15.850).

Ketua Pokja Industri Logam Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin Ginanjar Mardhikatama mengatakan sejauh ini sebetulnya sudah ada bahan baku pengganti timbal yang diproduksi di dalam negeri. Hal itu dilakukan oleh PT Timah Industri (TI).

Masalahnya, selama ini produk PT Timah Industri itu justru kurang bisa dimanfaatkan di industri dalam negeri dan kebanyakan diekspor.

"Bahan baku pengganti timbal itu sudah diproduksi dalam negeri, khususnya PT Timah Industri (TI) yang sudah bisa memproduksi tin stabilizer, namun karena rendahnya penyerapan dari industri dalam negeri, mayoritas produknya diekspor," kata Ginanjar.

Pihaknya sendiri mendorong kerja sama lebih banyak dilakukan antara industri pipa PVC (PolyVinyl Chloride) sebagai pengguna tin stabilizer dengan PT Timah Industri sebagai produsen.

"Sama-sama mutual benefit, jadi PT Timah tidak perlu mengekspor dan kebutuhan dalam negeri terpenuhi tanpa perlu impor tin stabilizer itu sendiri," kata Ginanjar.

Daftar Produk Bertimbal
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak tahun 2022 sampai 2023 Indonesia mengimpor timbal sebanyak 41.016 ton dari Korea Selatan, Myammar, dan Australia.

Penggunaannya paling tinggi terjadi pada industri baterai, 86% timbal yang diimpor digunakan pada industri tersebut.

"Kedua bisa juga digunakan untuk pelapis kabel, kemudian ada juga amunisi, pigmen industri cat karena biasanya digunakan untuk pigmen industri lain," kata Kepala Subdit Penetapan B3 KLHK Yunik Kuncaraning.

KLHK sendiri sedang melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun, untuk memasukan timbal sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari kategori dapat digunakan menjadi terbatas dimanfaatkan.

"Kami sedang lakukan revisi bersama Kemenperin untuk mencoba menaikan kategori timbal yang tadinya sebagai B3 yang dapat digunakan, menjadi kategori yang terbatas dimanfaatkan," jelas Yunik.

(hal/rrd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads