Pemerintah semakin memperketat aturan terkait produk tembakau. Hal ini dinilai dapat mengancam industri serta jutaan petani tembakau yang selama ini berkontribusi besar bagi penerimaan negara setiap tahunnya.
Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai Indonesia perlu kepemimpinan yang mendukung kepentingan nasional agar industri hasil tembakau (IHT) tak melulu dipojokkan dengan kebijakan yang restriktif. Saat ini disebut terdapat 300-an regulasi baik di tingkat Undang-Undang sampai Peraturan Daerah yang dinilai mengganggu iklim usaha rokok nasional.
"Diperlukan pemimpin yang mampu melakukan harmonisasi regulasi penting untuk kelangsungan IHT dan memberi arah yang jelas bagi seluruh kepentingan ekosistem pertembakauan," kata Misbakhun dalam keterangan tertulis, Rabu (10/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misbakhun mengingatkan adanya tekanan kepentingan global lewat Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), ditambah polemik RPP Kesehatan yang dinilai membuat petani tembakau dan cengkeh, termasuk pemda penerima Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) akan merana.
Baca juga: Segini Harga Rokok Elektrik Usai Kena Pajak |
Padahal selama ini IHT sudah menjadi tulang punggung penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan setoran cukai sekitar Rp 300 triliun setiap tahunnya, serta menyerap jutaan tenaga kerja nasional.
"Sampai sekarang kalau cara pemerintah mengelola IHT nasional masih seperti ini, maka perdebatannya tak akan selesai dalam 3 tahun yang akan datang. Saya kaget bahwa isu yang sangat krusial seperti ini tak dimasukkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam debatnya capres-cawapres. Harusnya dimasukkan karena menyangkut jutaan tenaga kerja, menyangkut Rp 300 triliunan penerimaan negara," tegasnya.
Menurutnya, RPP Kesehatan tembakau menjadi alat yang dinilai paling jahat dalam mengganjal IHT nasional. Pasalnya hanya melihat satu aspek kesehatan saja.
"Saya berharap pasal yang berkaitan dengan IHT di RPP ini bisa dibatalkan atau dikeluarkan terlebih dahulu dari RPP Kesehatan sebelum ada analisis yang cukup mendalam terkait dampak ekonomi dan juga sektor-sektor terkait yaitu pertanian, periklanan, ritel, tenaga kerja, dan sektor lain," kata Misbakhun.
Misbakhun menilai RPP Kesehatan yang masuk terlalu dalam ke industri tembakau menafikan hak-hak lain yang juga dijamin konstitusi seperti petani tembakau. Akibatnya para petani dan buruh tembakau dirugikan.
"Saya berharap pemerintah memahami penolakan yang selama ini sudah berjalan sehingga apa yang menjadi inisiasi yang bersifat restriktif itu dikeluarkan dari RPP Kesehatan karena penolakan sudah sangat masif dan pandangan yang lebih objektif sudah masuk ke pemerintah dan harusnya pemerintah bisa lebih adil karena ini tidak hanya menyangkut sektor kesehatan semata," ucapnya.
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (GAPERO) Surabaya, Sulami Bahar mengatakan selama ini industri hasil tembakau telah berusaha semaksimal mungkin. Pihaknya menolak RPP Kesehatan.
"Intinya kami menolak dengan RPP yang sangat eksesif. Harapan kami tidak ada perubahan. Kalau alasannya rokok elektrik balum ada regulasinya, ya buatkan regulasi sendiri jangan mengubah regulasi yang telah ada. Artinya PP 109 tetap jalan dan rokok elektrik diatur sendiri," tegas Sulami.
(kil/kil)