Cukai Minuman Berpemanis Berlaku Tahun Ini, Pengusaha: Harga Produk Pasti Naik

Cukai Minuman Berpemanis Berlaku Tahun Ini, Pengusaha: Harga Produk Pasti Naik

Ilyas Fadilah - detikFinance
Rabu, 13 Mar 2024 13:28 WIB
Warga melintas di samping rak berisi minuman berpemanis di salah satu toko retail, Jakarta, Kamis (14/12/2023). Hasil survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menunjukkan 58 persen dari 800 responden mendukung wacana pengenaan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) untuk mengontrol pola konsumsi dan mencegah prevalensi diabetes pada anak yang meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023 dibandingkan tahun 2010. ANTARA FOTO/Cahya Sari/sgd/foc.
Ilustrasi - Foto: ANTARA FOTO/CAHYA SARI
Jakarta -

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2024. Rencana ini mendapat tanggapan dari Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), Triyono Prijosoesilo.

Tri mengatakan, kebijakan tersebut berpotensi membebani industri hingga mengerek harga MBDK. Hal ini pada akhirnya mempengaruhi keterjangkauan produk oleh konsumen.

"Dan juga kalau ini diterapkan, konsekuensinya ujung-ujungnya beban tambahan bagi industri sehingga industri terpaksa menaikkan harga produk. Dan kemudian kalau menaikkan harga apakah menjadi terjangkau oleh konsumen. Mau nggak konsumen membeli?" katanya dalam Konferensi Pers di Hotel Mercure, Jakarta, Rabu (13/3/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya kebijakan tersebut memang belum diterapkan. Namun Tri mempertanyakan tujuan diterapkannya cukai MBDK yang dicanangkan pemerintah.

Jika berkaitan dengan isu kesehatan, Tri meminta pemerintah melihatnya secara lebih komprehensif. Pasalnya, kata dia, penyebab timbulnya penyakit seperti obesitas dan diabetes tidak hanya berasal dari minuman berpemanis.

ADVERTISEMENT

"Tapi apakah tujuan besarnya bisa tercapai, kalau ternyata asupan gula itu datangnya dari mana-mana, bukan hanya dari minuman siap saji," sebutnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menyebut instrumen cukai digunakan untuk mengontrol jenis barang-barang tertentu, bukan menambah penerimaan negara. Ia mempertanyakan efektivitas kebijakan ini saat nanti sudah diterapkan.

"Nah tapi sekali lagi tujuannya adalah mengendalikan. Jadi mestinya tolok ukurnya mestinya seberapa efektif kebijakan cukai dalam mengendalikan efek negatif yang dikatakan tadi, kalau yang berpemanis ya terhadap kalori, kesehatan. Ini serang kali dari sisi efektifitasnya sebetulnya rendah," bebernya.

Untuk melihat penyumbang utama kalori, menurutnya yang perlu dilakukan adalah melihat pola konsumsi dari masyarakat itu sendiri. Setelah itu barulah pemerintah bisa menetapkan kebijakan.

"Karena kalau tidak yang dikhawatirkan adalah kebijakan diterapkan, kesehatan tidak membaik, masyarakatnya karena tadi ada mismatch ya, industrinya yang kena. Industrinya yang malah jadi turun kinerjanya. Jadi positifnya nggak dapat, malah dapat negatifnya dari sisi ekonomi. Ya dari sisi fiskal tentu saja lebih aman ya," tutup dia.

(ily/kil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads