Industri tekstil Indonesia tertekan dan dihantam badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Rilis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan industri ini mengalami kontraksi ke level 47 pada Juli.
Sementara itu, rilis dari S&P Global menunjukkan data Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia merosot ke level 49,3 atau berada pada level kontraksi di bawah 50 untuk bulan Juli.
Lantas, baik-baik saja kah ekonomi Indonesia? Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid menilai ekonomi Indonesia pada level mikro masih baik-baik saja. Namun, ia menyebut ada tantangan yang datang dari luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dilihat dari micro economic numbers, kita baik-baik aja. Cuma keadaan di luar tidak baik-baik aja," katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (6/8/2024).
Baca juga: PMI Industri RI Turun, Apa Penyebabnya? |
Ia menyebut gejolak di luar negeri, misalnya terkait energi bakal terasa oleh Indonesia. Oleh karena itu, Arsjad menyebut Indonesia perlu mewaspadai hal ini.
"Apa pun, sedikit saja, contohnya harga energi naik tiba-tiba, pastinya dampaknya ke kita juga. Jadi kita harus waspada, tapi kita jangan berpikir negatif, jangan pesimis, kita harus pikir positif," bebernya.
Secara khusus, Arsjad buka-bukaan soal kondisi industri tekstil yang sedang dihantam badai PHK. Arsjad mengakui bahwa sektor tersebut memang dalam kondisi babak belur.
"Bahwa kenyataan yang ada saat ini memang industri tekstil sedang babak belur," imbuhnya.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristiadi, mendapat bocoran bakal ada pabrik tekstil yang melakukan PHK pada Agustus. Bahkan dia sudah mendapat konfirmasi bakal ada satu pabrik yang melakukan PHK terhadap 500 pekerja.
Arsjad menilai terpuruknya sektor tekstil tak lepas dari maraknya produk impor yang masuk secara ilegal ke Indonesia. Produk tersebut masuk tanpa membayar pajak sehingga perlu segera disetop.
(ily/ara)