Industri Rokok Elektrik Sebut Wacana Kemasan Polos Malah Bikin Masalah Baru

Industri Rokok Elektrik Sebut Wacana Kemasan Polos Malah Bikin Masalah Baru

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 12 Sep 2024 15:26 WIB
Ilustrasi Pita Cukai Rokok
Ilustrasi - Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektrik memuat wacana kebijakan kemasan polos tanpa merek. Hal ini disebut bisa menimbulkan masalah baru pada industri tembakau.

Tak cuma itu, wacana itu juga bisa meningkatkan tingginya prevalensi merokok di Indonesia. Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita, mengungkapkan pihaknya khawatir penerapan kebijakan kemasan polos tanpa identitas merek pada produk tembakau alternatif hanya akan menciptakan berbagai permasalahan baru, termasuk meningkatnya peredaran dan konsumsi produk ilegal di publik. Bahkan menciptakan ruang bagi anak-anak di bawah umur untuk menjangkau produk ini hingga sulitnya pengawasan di lapangan.

"Aturan polos hanya akan menambah masalah baru. Mayoritas negara G20, negara-negara maju, tidak menerapkan kemasan polos untuk produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik. Negara tersebut hanya menerapkan peringatan berbentuk tulisan untuk produk tembakau alternatif," jelas Garindra dalam keterangannya, Kamis (12/9/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia meminta Kementerian Kesehatan agar makin bijak dalam melihat munculnya potensi permasalahan baru ketika aturan kemasan rokok diterapkan bagi produk tembakau alternatif. Selain potensi masifnya peredaran produk ilegal dan mengurangi pendapatan cukai, juga dapat menyebabkan semakin tingginya prevalensi merokok di Indonesia.

"Kita harusnya berkaca ke negara yang sudah berhasil mendukung peralihan ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko, bukan malah mengikuti negara yang tidak berhasil," tegas Garindra.

ADVERTISEMENT

"Kami berharap DPR-RI sebagai stakeholder yang mewakili rakyat juga melihat permasalahan ini," tambahnya.

Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (AKVINDO), Paido Siahaan, juga mengkritik wacana kemasan polos. Kementerian Kesehatan seharusnya mempertimbangkan hak konsumen untuk memperoleh informasi yang lengkap dan jelas terhadap produk yang mereka pakai.

Menghilangkan elemen merek (brand) dan informasi pada kemasan mengurangi kemampuan konsumen untuk mendapatkan informasi produk sehingga dapat memutuskan produk yang tepat. Sehingga, rancangan aturan ini melanggar hak konsumen untuk mendapat informasi yang akurat.

"Jika dilihat dari perspektif konsumen dan pengurangan bahaya, penerapan aturan kemasan polos tanpa pembedaan antara produk tembakau alternatif dan rokok bisa dianggap tidak memberikan kesempatan yang adil bagi perokok dewasa untuk mengakses produk yang lebih rendah risiko," terangnya.

Sependapat dengan Garindra, Paido juga mengkhawatirkan penerapan kebijakan kemasan polos tanpa merek akan mendorong konsumen beralih ke produk ilegal yang lebih murah dan mudah didapat. Pasalnya, produk ilegal tidak melalui pengawasan yang ketat seperti halnya produk legal. Pada akhirnya, masalah ini dapat menimbulkan risiko kesehatan yang lebih besar dan menambah beban penegakan hukum.

"Kebijakan yang diambil haruslah seimbang, dengan mempertimbangkan tujuan kesehatan masyarakat sambil tetap melindungi hak konsumen dan memberikan pilihan yang lebih baik bagi perokok dewasa," kata dia.

Sekadar informasi, Kementerian Kesehatan menargetkan RPMK ini rampung pada minggu kedua bulan September 2024 dengan dalih mengejar target sebelum pergantian menteri. PMK ini disinyalir memuat ketentuan kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau alternatif dengan referensi dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), yang tidak diratifikasi Pemerintah Indonesia.

(kil/kil)

Hide Ads