Industri Manufaktur RI Pernah Kuasai 20% Sepatu Olahraga Dunia, Sekarang Keok

Industri Manufaktur RI Pernah Kuasai 20% Sepatu Olahraga Dunia, Sekarang Keok

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 11 Okt 2024 17:20 WIB
Sejumlah pekerja menjahit pola saat memproduksi sepatu lokal di Pabrik Sepatu Aerostreet, Wonosari, Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (17/4). Dalam sehari pabrik sepatu dengan merek lokal Aerostreet itu dapat memproduksi sebanyak 5.000 pasang sepatu
Ilustrasi pabrik sepatu - Foto: Agung Mardika
Jakarta -

Menteri Koperasi dan Usaha, Kecil, Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki menyebut bahwa industri manufaktur RI pernah menguasai 20% sepatu olahraga dunia. Namun sekarang, persentasenya menciut jadi hanya 2%.

Teten bercerita, Indonesia pernah melakukan industrialisasi besar-besaran pada pertengahan tahun '90-an. Pada kala itu, prosesnya dilakukan dengan mengundang investasi asing dan relokasi industri manufaktur.

"Hanya mencari tenaga kerja, karena bahan bakunya segala macam, teknologinya dari luar," kata Teten, dalam acara 15th Kompas 100 CEO Forum Powered by PLN, disiarkan secara daring, Jumat (11/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun pabrik-pabrik asing ini termasuk dengan pabrik sepatu olahraga bermerek ternama dunia. Kondisi industrialisasi ini pun bahkan sempat membuat manufaktur RI menguasai 20% produk sepatu olahraga dunia. Namun kondisi ini tak bertahan selamanya.

"Ini kan sunset industry. Kita pernah menguasai 20% sepatu olahraga dunia, hari ini tinggal 2%," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, kondisi tersebut akan jauh berbeda apabila RI mendorong industrialisasi dengan berfokus pada hilirisasi sumber daya yang dimiliki dari dalam negeri.

"Ini saya berkeyakinan ini industri yang akan sustain, akan tumbuh. Nah jadi ini yang saya kira perlu dilakukan. Jadi bagaimana sekali lagi kita menciptakan lapangan kerja yang berkualitas," kata dia.

Sedangkan dari sisi UMKM sendiri, menurutnya pemerintahan ke depan perlu melakukan intervensi dari sisi teknologi dan pembiayaan demi melahirkan UMKM berkelanjutan. Apalagi RI punya PR besar untuk memperbesar akses pembiayaan perbankan di lingkup UMKM yang baru mencapai 20-21%.

Teten menilai, akan lebih baik berfokus pada penciptaan lapangan kerja berkualitas ketimbang mengundang relokasi industri manufaktur asing yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Ia juga mengingatkan agar jangan sampai peristiwa tahun '80-'90-an itu terulang lagi.

"Kalau kita mau mengulang lagi seperti tahun '80-an, mengundang relokasi industri manufaktur yang labor intensive. Hari ini dengan penerapan IOT di industri manufaktur, saya tidak terlalu optimis. Saya sudah lihat di Korea, di Jepang, tidak ada kepentingan mereka relokasi," ujar Teten.

"Karena sudah sangat efisien dengan IOT smart factory. Bahkan di dalam negeri sudah ada perusahaan-perusahaan manufaktur yang menggunakan smart factory IOT yang sangat minimum membutuhkan tenaga kerja. Nah ini dari sisi produksi efisiensi bagus, tapi dari isu lapangan kerja kurang bagus," sambungnya.

Simak: Teten Masduki Sebut UMKM Kalah Saing dengan Produk China

[Gambas:Video 20detik]




(shc/kil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads