Pemerintah Didesak Lindungi Industri Kretek

Pemerintah Didesak Lindungi Industri Kretek

Heri Purnomo - detikFinance
Minggu, 02 Feb 2025 21:00 WIB
Koleksi seperangkat alat linting kretek di Museum Kretek Kudus, Selasa (26/3/2024).
Foto: Dian Utoro Aji/detikJateng
Jakarta -

Industri kretek nasional sempat menjadi primadona penopang perekonomian Indonesia, dan masih menjadi salah satu tulang punggung penerimaan negara dari cukai.

Sekjen Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), M. Jusrianto mengatakan, industri kretek nasional telah menunjukkan peran penting terhadap perekonomian Indonesia. Sebagai salah satu industri primadona yang dimiliki oleh Indonesia, industri kretek memiliki andil besar dalam menggerakkan roda perekonomian di daerah yang menjadi sentra di level hilir maupun ditingkatan pertanian tembakau.

Karena itu, pihaknya memohon Presiden Prabowo Subianto agar memberikan arahan Kementerian/Lembaga terkait untuk merumuskan kebijakan yang melindungi industri kretek nasional sebagai soko guru perekonomian Pancasila.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, industri kretek nasional dapat menciptakan efek pengganda karena kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja (padat karya) yang besar, mulai dari sektor hulu hingga hilir, hingga dapat menggerakkan perekonomian daerah.

"Kretek sebagai produk khas industri hasil tembakau (IHT) juga memiliki daya tawar yang tinggi di pasar lokal dan internasional (ekspor). Mayoritas kretek menggunakan bahan baku di dalam negeri (cengkeh dan tembakau)," kata Jusrianto dalam keterangannya, Minggu (2/2/2025).

ADVERTISEMENT

Ia menambahkan, IHT menjadi industri yang mampu memenuhi persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Industri ini juga terbukti mampu menjadi salah satu tulang punggung penerimaan negara, di mana penerimaan cukai lebih dari 95 persen berasal dari Cukai Hasil Tembakau (CHT).

Namun demikian, menurut Jusrianto, IHT di Indonesia menghadapi berbagai persoalan yang kompleks. Pertama, persoalan kebijakan cukai yang dinamis. Secara tahunan, tarif CHT terus mengalami kenaikan. Namun demikian, kenaikan tersebut terbilang eksesif terlebih dibandingkan dengan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Dikatakannya, kenaikan cukai yang eksesif tersebut tentu saja memiliki pengaruh terhadap keberlangsungan industri, terlebih pabrik rokok kecil yang tidak dapat bersaing menghadapi beban pita cukai yang semakin berat. Pasalnya, produk industri kretek nasional sendiri memiliki beban fiskal yang paling besar dibandingkan industri lain.

"Besarnya beban fiskal pada industri di satu sisi dapat menjadi sumber penerimaan negara yang cukup diandalkan namun di sisi lain tentu akan muncul implikasi terhadap keberlangsungan industri kretek dan aspek-aspek yang terkait lainnya," tegasnya.

Kedua, menjamurnya rokok illegal. Industri kretek nasional merupakan tipikal industri yang high regulated. Intervensi yang besar oleh pemerintah telah menyebabkan para pelaku industri "nakal" untuk mengakali berbagai beban yang timbul akibat regulasi yang semakin memberatkan. Sebab, preferensi masyarakat dalam mengkonsumsi rokok tidak hanya berdasarkan rasa dan aroma, melainkan juga harga.

"Massifnya peredaran rokok polos dipastikan mengganggu iklim usaha yang tidak sehat. Selain juga akan berdampak boncosnya penerimaan negara. Karena itu, pemerintah bersama pihak-pihak terkait harus ekstra ordinary memberantas rokok polos," terangnya.

Ketiga, munculnya rokok elektrik/vape juga menjadi ancaman industri kretek nasional. Jamak diketahui, rokok elektrik 100% bergantung pada bahan baku impor. Bahkan, cairan nikotin yang digunakan dalam rokok elektrik diproduksi melalui industri ekstraksi di luar negeri. Hal ini berarti rokok elektrik tidak memberikan kontribusi nyata bagi pertanian lokal atau perekonomian nasional.

(rrd/rrd)

Hide Ads