Pedagang Pasar Risau Akibat Penyeragaman Kemasan Rokok

Pedagang Pasar Risau Akibat Penyeragaman Kemasan Rokok

Rista Rama Dhany - detikFinance
Rabu, 19 Feb 2025 12:06 WIB
Pemilik warung kelontong menata rokok di Jakarta, Selasa (14/12/2021). Cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tahun depan ditetapkan naik oleh pemerintah. Rata-rata kenaikannya sebesar 12%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kenaikan ini sudah disetujui oleh Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dipandang berpotensi merugikan pedagang pasar dan menekan pendapatan mereka. Kebijakan ini, yang akan mengubah seluruh kemasan rokok menjadi seragam dalam bentuk, ukuran, desain, dan warna, dinilai sulit diterapkan dan penuh kontroversi.

Ketua Umum DPP Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) Suhendro menilai kebijakan ini akan menyulitkan pedagang pasar, terutama yang mengandalkan penjualan rokok sebagai salah satu sumber pendapatan.

"Kemasan rokok tanpa identitas merek akan menyulitkan para pedagang dalam menjualnya karena tidak ada identitas yang jelas. Konsumen rokok sangat loyal terhadap merek tertentu, dan ini akan membingungkan mereka," ujar Suhendro, di Jakarta, Rabu (19/2/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rencana aturan ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang bertujuan untuk menurunkan prevalensi merokok di Indonesia. Namun, di balik tujuannya untuk melindungi kesehatan masyarakat, kebijakan ini diprediksi akan berdampak signifikan terhadap perekonomian, terutama di sektor pasar rakyat.

Suhendro khawatir kebijakan ini bisa mengurangi pendapatan pedagang, yang sebagian besar berasal dari penjualan rokok. Lebih jauh, kebijakan ini juga berpotensi merugikan penerimaan negara. Industri tembakau, yang berkontribusi besar terhadap pajak dan cukai hasil tembakau (CHT), diperkirakan akan kehilangan lebih dari Rp200 triliun per tahun dari sektor ini. Selain itu, kebijakan ini berisiko menyebabkan hilangnya hingga 6 juta lapangan pekerjaan yang ada di sektor tembakau dan distribusinya.

ADVERTISEMENT

Meski bertujuan untuk mengurangi angka perokok, kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek justru dinilai sebagai pembatasan hak konsumen atas informasi produk.

Menurut Suhendro, kemasan rokok sudah menjadi sarana yang penting untuk memberikan informasi yang dibutuhkan konsumen, termasuk terkait merek dan kualitas produk. Kebijakan ini pun dinilai bertentangan dengan Undang-Undang yang melindungi hak konsumen.

Sebagai alternatif, Suhendro menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada edukasi tentang bahaya merokok. "Pemerintah bisa memanfaatkan berbagai saluran yang sudah ada, seperti Puskesmas, Posyandu, dan media sosial, untuk memberikan informasi yang lebih luas kepada masyarakat," ujarnya.

Suhendro menambahkan bahwa kebijakan penyeragaman kemasan rokok bertentangan dengan visi misi Pemerintah Prabowo yang lebih fokus pada perlindungan terhadap rakyat kecil, termasuk pedagang pasar. "Prabowo pernah menjadi ketua umum salah satu asosiasi pedagang pasar, dan kebijakan ini jelas tidak sejalan dengan komitmen beliau untuk meningkatkan kesejahteraan pedagang pasar," tutupnya.

(rrd/rir)

Hide Ads