Rokok Ilegal Makin Merajalela, Industri Hasil Tembakau Kian Tertekan

Rokok Ilegal Makin Merajalela, Industri Hasil Tembakau Kian Tertekan

Rista Rama Dhany - detikFinance
Kamis, 19 Jun 2025 11:21 WIB
Bea Cukai Batam menyita sejumlah rokok ilegal dan minuman alkohol. (Foto: Dok Bea Cukai Batam)
Foto: Dok Bea Cukai Batam
Jakarta -

Industri rokok kembali jadi sorotan. Di tengah perlambatan ekonomi dan tekanan global, keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) dinilai sangat krusial. Selain menjadi penyumbang terbesar cukai negara, sektor ini juga menjadi gantungan hidup jutaan tenaga kerja.

Anggota Komisi XI DPR RI Harris Turino mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas IHT sebagai industri strategis nasional. Ia menyoroti bahwa kontribusi Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam APBN sangat dominan.

"IHT adalah industri strategis di Indonesia yang sangat penting bagi penerimaan negara. Kontribusinya dari CHT saja mencapai Rp216,9 triliun di tahun 2024. Kalau dilihat dari postur APBN, 96% dari total penerimaan cukai berasal dari CHT," kata Harris, di Jakarta, Kamis (19/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan peran sebesar itu, Harris menegaskan bahwa kebijakan fiskal yang menyangkut IHT tidak bisa dibuat sembarangan. Target penerimaan negara yang terus naik membuat ruang kesalahan dalam kebijakan sangat sempit.

"Room for error-nya sangat kecil. Maka industri strategis seperti IHT harus benar-benar dilindungi. Kalau tidak, dampaknya bisa luas, bukan cuma ke pendapatan negara, tapi juga ke sosial-ekonomi masyarakat," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Ia menyoroti, dalam situasi ekonomi domestik yang melambat-terlihat dari penurunan indeks manufaktur (PMI)-kebijakan fiskal yang terlalu menekan justru bisa berbalik menjadi bumerang, terutama bagi industri padat karya seperti IHT.

"Industri rokok ini menyerap jutaan tenaga kerja. Dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga pedagang eceran. Jadi kalau terlalu ditekan, bisa berdampak besar terhadap lapangan pekerjaan," ujarnya.

Tak hanya itu, Harris juga mengungkap kekhawatiran atas makin maraknya peredaran rokok ilegal. Menurutnya, kebijakan cukai yang agresif malah membuat konsumen beralih ke produk ilegal yang tidak berkontribusi pada negara.

"Disparitas harga akibat mahalnya pita cukai jadi penyebab utamanya. Data resmi memang mencatat rokok ilegal di angka 6,9% pada 2023, tapi di lapangan angkanya bisa jauh lebih besar," bebernya.

Ia menegaskan bahwa rokok ilegal jelas merugikan negara dan menghancurkan industri legal yang taat aturan. "Mereka cuma menguntungkan segelintir orang dan oknum tertentu," tambah Harris.

Pemerintah sendiri menargetkan penerimaan CHT sebesar Rp230,09 triliun di tahun 2025, dari total target cukai sebesar Rp244,2 triliun dalam APBN. Karena itu, Harris mendesak agar kebijakan fiskal dirancang dengan lebih hati-hati agar tidak malah mematikan industri legal dan memperlebar ruang bagi rokok ilegal.

(rrd/rir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads