Rencana pemerintah untuk tidak mengenakan pajak baru maupun menaikkan tarif pajak pada 2026 mendapat sambutan positif dari kalangan serikat pekerja, khususnya di industri padat karya. Kebijakan ini dinilai sejalan dengan upaya menjaga daya beli masyarakat di tengah kondisi ekonomi, sosial, dan politik yang masih penuh tantangan.
Ketua Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) DIY, Waljid Budi Lestarianto, menilai langkah pemerintah tersebut sebagai sinyal positif.
"Menurut kami, pernyataan untuk menunda kenaikan pajak di tahun 2026 itu bagus. Mengingat seperti yang Ibu Sri Mulyani sampaikan, untuk menjaga daya beli masyarakat," kata Waljid, Selasa (9/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, Waljid berharap konsistensi kebijakan fiskal juga mencakup penundaan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Ia menilai kebijakan fiskal tidak bisa dipisahkan dari tarif cukai yang selama ini memberi dampak langsung terhadap industri rokok, khususnya sektor sigaret kretek tangan (SKT).
"Sektor SKT ini banyak menyerap tenaga kerja. Sehingga ketika cukai naik sedikit saja, itu sudah berpengaruh terhadap kinerja industri dan pasti akan berdampak pada pendapatan pekerja," ujarnya.
Sebagai solusi, Waljid mengusulkan moratorium atau penundaan kenaikan tarif CHT selama tiga tahun ke depan sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keberlangsungan industri, apalagi ditengah maraknya peredaran rokok ilegal dan melemahnya daya beli masyarakat. FSP RTMM-SPSI juga telah menyampaikan aspirasi tersebut secara resmi kepada Presiden Prabowo Subianto.
"Kami sudah bersurat ke Presiden, untuk menunda kenaikan tarif kenaikan cukai rokok dan pajak rokok untuk sampai tiga tahun ke depan, semangatnya untuk menjaga daya beli masyarakat. Kondisi saat ini kan sedang tidak baik-baik saja," ujar Waljid.
Simak juga Video: CISDI Dorong Pemerintah Naikkan Cukai untuk Tekan Jumlah Perokok
(rrd/rrd)