Pemerintah Tahan Pajak 2026 Disambut Baik Pengusaha

Pemerintah Tahan Pajak 2026 Disambut Baik Pengusaha

Andi Hidayat - detikFinance
Senin, 15 Sep 2025 09:52 WIB
Ilustrasi kenaikan pajak
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Pemerintah memutuskan tidak mengenakan pajak baru pada 2026. Langkah ini dinilai memberi ruang bagi konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.

Kontribusi konsumsi rumah tangga mencapai lebih dari 50% PDB, sehingga kebijakan fiskal yang menahan beban masyarakat dinilai penting menjaga momentum pemulihan ekonomi. Namun, serikat pekerja dan pengamat fiskal menilai kebijakan tersebut perlu konsisten, termasuk menahan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang berdampak luas pada daya beli dan industri padat karya.

Ketua Umum Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM-SPSI) Sudarto menilai moratorium kenaikan CHT selama tiga tahun dapat membantu menjaga stabilitas sosial-ekonomi. Ia mengingatkan kenaikan cukai di tengah pelemahan daya beli bisa mempercepat PHK dan mengancam jutaan pekerja sektor tembakau.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami meminta agar kebijakan di 2026 juga termasuk untuk tidak menaikkan cukai rokok. Moratorium CHT akan menjadi penyangga di tengah daya beli melemah dan angka pengangguran meningkat," ujarnya, Senin (15/9/2025).

Selain serikat pekerja, pengamat fiskal juga mendorong agar kebijakan menahan pajak diiringi dengan perbaikan tata kelola penerimaan negara. Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Elizabeth Kusrini menilai kebijakan ini sensitif terhadap risiko sosial, namun tetap harus menjaga target penerimaan APBN.

ADVERTISEMENT

"Menahan tarif bukan berarti kebijakan pasif, tetapi harus diiringi reformasi administrasi, penguatan basis data wajib pajak, dan tindakan anti-penghindaran agar target penerimaan masih realistis," kata Elizabeth.

Ia menambahkan, kontribusi CHT yang mencapai lebih dari 10% total penerimaan pajak negara membuat kebijakan cukai perlu diperhitungkan dengan cermat.

Menurutnya, penundaan kenaikan CHT dapat membantu menjaga daya beli dan mengurangi risiko peredaran rokok ilegal.

"Kalau penindakan terhadap rokok ilegal ditingkatkan, potensi kehilangan penerimaan bisa dipulihkan tanpa harus segera menaikkan cukai," tegasnya.

Kementerian Keuangan mencatat penerimaan CHT pada 2024 mencapai lebih dari Rp 230 triliun, menjadi salah satu penyumbang terbesar APBN. Namun, pemerintah juga dihadapkan pada tantangan menekan peredaran rokok ilegal yang nilainya diperkirakan mencapai puluhan triliun per tahun.

Dengan kebijakan pajak yang ditahan, pemerintah diharapkan mampu menyeimbangkan kebutuhan menjaga daya beli, mendukung industri, dan tetap mengamankan penerimaan negara.

(rrd/rrd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads