Bos Krakatau Steel Blak-blakan soal Nasib Industri Baja: di Titik Nadir!

Bos Krakatau Steel Blak-blakan soal Nasib Industri Baja: di Titik Nadir!

Andi Hidayat - detikFinance
Senin, 29 Sep 2025 16:49 WIB
Krakatau Steel Ekspor 11.600 Ton Baja ke Eropa
Foto: Dok. Krakatau Steel
Jakarta -

Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS), Muhamad Akbar, buka-bukaan soal nasib industri baja hari ini. Ia menyebut, industri baja nasional tengah menghadapi tekanan imbas tarif impor baru dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Menurutnya, kebijakan tarif resiprokal sebesar 19% ditambah bea masuk hingga 50% untuk produk baja dari negara mana pun yang masuk ke AS berpotensi memicu lonjakan ekspor baja asal China ke kawasan Asia Tenggara. Kondisi ini menjadi ancaman serius bagi industri baja domestik, mengingat negara-negara di kawasan memiliki proteksi yang relatif lemah.

"Dengan adanya uncertainty global supply chain di linier terutama dengan dampak Donald Trump ini memberikan tarif yang luar biasa resiprokal 19% plus 50% untuk baja mana saja, dari negara mana saja yang masuk impor ke negara US, artinya ini memberikan potensi impor baja china yang masuk ke southeast Asia di mana negara-negara yang ada di Asia Tenggara ini yang paling lemah proteksinya," ungkap Direktur Utama Krakatau Steel, Muhamad Akbar, dalam rapat dengan pendapat bersama Komisi VII DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan menurutnya, kondisi membuat industri baja nasional berada di titik nadir. Akbar menilai mestinya menjadi momentum untuk memperkuat ekosistem baja nasional melalui reposisi tata niaga impor.

ADVERTISEMENT

"Situasi baja nasional memang di satu titik nadir bagaimana ekosistem baja nasional saatnya untuk kita melakukan repositioning terutama bagaimana repositioning tata niaga impor," tegasnya.

"Kita seharusnya memakai momentum daripada tarif trump yang sangat tinggi sehingga perlindungan dari pada produksi dalam negeri bukan hanya krakatau steel tetapi juga industri turunannya," tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Setia Diarta, menyebut pihaknya masih memberlakukan kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Hingga saat ini, kebijakan ini masih berlaku untuk beberapa produk dari sejumlah negara.

Pertama, 18 HS produk hot rolled coil (HRC) untuk negara China, India, Thailand, Taiwan, Rusia, Belarusia, dan Kazakhstan. Kedua dua HS produk hot rolled plate dari negara China, Singapura, dan Ukraina. Ketiga, dua HS produk tinplate dari China, Korea, dan Taiwan.

Selain itu, produk untuk I and H section empat HS dari China. Terakhir produk hot rolled coil alloy satu HS produk dari China. "Trade remedies yang saat ini masih berlaku di Indonesia ada lima," ungkap Setia dalam rapat.

Selain itu, Kemenperin juga memiliki pertimbangan teknis impor baja yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Bidang Perindustrian. Dalam aturan tersebut, impor bahan baku hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki nomor induk berusaha.

Setia menambahkan, pihaknya juga memperkuat produk baja dengan ketentuan Standar Negara Indonesia (SNI). Ia merinci, standar ini berlaku 3 SNI untuk baja batangan, 7 SNI untuk baja lembaran, 2 SNI untuk baja profil, 3 SNI untuk baja pratekan, 2 SNI untuk tali kawat baja, 2 SNI pipa dan penyambung pipa baja, dan 4 SNI untuk tabung baja dan kompor LPG.

"Total ini ada 23 SNI produk baja saat ini yang digunakan untuk memproteksi baja dalam negeri," tutupnya.

(rrd/rrd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads