Gula rafinasi kerap bocor atau dijual di pasar tradisional. Padahal gula tersebut dipakai untuk industri seperti produsen makanan dan minuman, bukan konsumsi masyarakat.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan bocornya gula rafinasi ke pasar ini dibahas dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VI DPR RI bersama Holding BUMN Pangan PT Rajawali Nusantara Indonesia (ID Food).
Kebocoran gula rafinasi ke pasar ini mengakibatkan gula konsumsi yang diserap Persero tak laku di pasar. Alhasil penyerapan gula dari petani yang dilakukan ID Food ikut tersendat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Komisi VI itu kan didiskusikan karena Dirut ID Food menyampaikan dalam forum bahwa gula yang dibeli dari petani itu belum bisa keluar karena ada rembesan gula rafinasi kan gitu ya, itu statementnya Dirut ID Food," kata Arif saat ditemui wartawan di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).
Untuk mengatasi masalah ini, Arief menyarankan agar perhitungan kebutuhan gula rafinasi dan gula konsumsi nasional dalam neraca komoditas. Sebab selama ini perhitungan neraca komoditas gula rafinasi dilakukan oleh Kementerian Perindustrian, dan Bapanas hanya menghitung neraca komoditas gula konsumsi.
"Badan Pangan itu hanya menghitung gula konsumsi. Nah kalau saran saya ke Pak Menko kalau bisa itu nanti dijadikan satu sehingga totalnya kelihatan," ucap Arief.
"Jadi misalnya gula rafinasi diperlukan 4,3 juta ton, kemudian kemarin di-reduce jadi 4,1 juta ton. Ya dasarnya itu kan pasti kan masuk ke Rakortas. Jadi dalam penentuan NK, rencana komoditas, itu dari awal sudah kita tentukan sama-sama," terangnya lagi.
Setelah perhitungan neraca komoditas gula rafinasi dan konsumsi disatukan, Arief juga menyarankan agar izin impor gula diberikan secara berharap. Misalkan izin impor diberi untuk 50% dari kebutuhan satu tahun lebih dulu, baru sisanya dapat diimpor kembali jika memang diperlukan.
"Ini saran saya ya, jadi kalau itu 1 tahun diberikan saja dulu 50% dari kebutuhan supaya nggak oversupply. Sehingga kita bisa poinnya adalah melindungi petani-petani tebu Indonesia. Toh nanti setiap 3 bulan kita kan rapat neraca komoditas. Ini usulan saya ya," paparnya.
Di luar itu, Arief mengatakan untuk saat ini pemerintah belum merancang neraca komoditas untuk 2026 mendatang. Sebab biasanya perhitungan neraca komoditas tahun depan baru mulai dilakukan bulan ini, Oktober, hingga paling lambat November.
"Belum, biasanya tuh nanti di bulan Oktober-November gitu ya. Itu Oktober biasanya ditentukan neraca komoditas untuk tahun 2026. Jadi kita akan hitung berapa ending balance, berapa stok akhir kita. Tentunya karena kita masih ada November-December tuh berarti November-December itu projection," terang Arief.
Simak juga Video Dirut Bulog Usul Bantu Penyerapan Gula Petani