Pengusaha Apresiasi Purbaya Tak Naikkan Cukai Rokok 2026

Pengusaha Apresiasi Purbaya Tak Naikkan Cukai Rokok 2026

Retno Ayuningrum - detikFinance
Kamis, 02 Okt 2025 11:46 WIB
Pedagang kaki lima (PKL) menunggu pembeli dan menunjukkan pita cukai yang menempel di bungkus rokok di Jakarta, Minggu (20/9/2025). Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan kaget atas tarif cukai rokok yang sangat tinggi mencapai 57%.
Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menanggapi terkait keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang tidak menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2026. Ketua GAPPRI Henry Najoan mengapresiasi langkah pemerintah.

Henri menilai keputusan itu menjadi bukti negara hadir untuk melindungi warga negaranya yang mempertaruhkan haknya untuk bekerja. Hal itu, lanjut Henry, industri kretek merupakan sektor strategis nasional yang mempekerjakan sekitar 5,8 juta orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor. Namun, sektor ini telah mengalami tekanan berat sejak diterbitkannya UU 17/2023 tentang Kesehatan, serta aturan turunannya.

"Berbagai tekanan regulasi terhadap industri kretek nasional dirasa memberatkan bagi multi-sektor yang terkait. Maka itu, GAPPRI meminta pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan, mengingat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang memiliki karakteristik berbeda dari negara lain," ujar Henry dalam keterangannya, Kamis (02/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendati demikian, Henry menilai pemerintah masih memiliki pekerjaan untuk meninjau ulang beberapa regulasi. Salah satunya, polemik Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) khususnya pada Bagian XXI Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam pasal 429-463 berpotensi mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia.

ADVERTISEMENT

"Kami meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan agar tidak memaksakan diimplementasikannya PP 28/2024 di saat situasi geopolitik dan geo ekonomi global berdampak pada situasi di tanah air saat ini," tambahnya.

Menurut Henry, PP 28/2024 dinilai cacat hukum. Pasalnya, proses penyusunannya tidak transparan dan minim pelibatan pelaku industri hasil tembakau (IHT). Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan dan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi industri dan perekonomian nasional yang tidak sedang baik-baik saja.

GAPPRI mensinyalir, pemaksaan diimplementasikannya PP 28/2024 oleh Kemenkes lebih mewakili agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) ketimbang melindungi kepentingan masyarakat yang terdampak. Padahal, banyak pihak yang langsung terkena dampak dari regulasi ini, sehingga seharusnya memiliki hak untuk didengar dan dilibatkan dalam proses pembahasan.

"GAPPRI mengingatkan agar pemerintah berkomitmen meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menyerap jutaan tenaga kerja jangan sampai terganggu oleh agenda FCTC yang menginfiltrasi melalui produk hukum, salah satunya PP 28/2024," imbuh Henry.

Henry Najoan mewanti-wanti pemerintah adanya ancaman intervensi asing terhadap kedaulatan ekonomi nasional semakin nyata. Pihak asing bekerja dengan strategi sistematis untuk melemahkan industri strategis nasional, seperti industri tembakau melalui perang narasi dan infiltrasi kebijakan.

"Mereka menggunakan proksi Kementerian kita sendiri. Padahal, industri hasil tembakau memiliki peran vital dalam penyerapan tenaga kerja dan kontribusi besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," kata Henry Najoan.

Untuk itu, GAPPRI mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan guna menciptakan regulasi yang adil dan berimbang, agar tercipta kebijakan yang bukan dominan hanya berorientasi kesehatan masyarakat, yang pada akhirnya mengorbankan sektor lain, tetapi harus adil juga bagi kepentingan pembangunan ekonomi, sosial dan industri.

"Hal ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan industri, melindungi jutaan pekerja, dan menjaga stabilitas perekonomian nasional sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo," jelas Henry.

Simak juga Video Purbaya soal Cukai Rokok Tak Naik: Masyarakat Butuh Penghidupan

(rea/rrd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads