Pedagang Protes Aturan Larangan Penjualan Rokok, Minta Dikaji Lagi

Pedagang Protes Aturan Larangan Penjualan Rokok, Minta Dikaji Lagi

Aulia Damayanti - detikFinance
Sabtu, 04 Okt 2025 18:15 WIB
No smoking sign affixed to a wall on a building outside
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/David Tran
Jakarta -

Pedagang meminta Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Pansus Raperda KTR) DPRD DKI Jakarta dipertimbangkan kembali sebelum ditetapkan. Protes ini disampaikan seiring dengan kabar aturan itu yang hampir selesai dibahas.

Aturan itu berisi pelarangan penjualan produk rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, perluasan kawasan tanpa rokok hingga mencakup warung, lapak PKL, UMKM, dan toko di pasar tradisional, pelarangan penjualan rokok secara eceran dan kewajiban memiliki izin khusus untuk penjualan rokok.

"Kami kecewa, aspirasi pedagang kecil tidak didengarkan. Apa yang sudah kami sampaikan dianggap angin lalu. Raperda KTR yang dipaksakan ini akan semakin menindas usaha rakyat kecil," ujar Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni dalam keterangannya, dikutip Sabtu (4/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mukroni berharap, draft final Raperda KTR bisa dipertimbangkan ulang. Pedagang warteg, warung kopi, dan sejenisnya, sebut Mukroni memohon perlindungan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung agar Raperda KTR nantinya tidak akan mengganggu hajat hidup UMKM.

ADVERTISEMENT

"Kami berharap pada eksekutif sebagai benteng terakhir, sesuai komitmen dan kami menagih janji Pak Gubernur bahwa Raperda ini tidak mengganggu UMKM. Sejalan dengan hal tersebut, kami akan konsolidasi dan koordinasi dengan seluruh pedagang untuk memastikan langkah ataupun aksi kami berikutnya," tegas Mukroni.

Beban Pedagang Kecil

Untuk diketahui, bahwa hingga pertengahan 2025, sebanyak 25 ribu warteg di wilayah Jabodetabek telah tutup. Jumlah ini mewakili sekitar 50% dari total 50.000 warteg yang sebelumnya beroperasi di kawasan tersebut.

Ia mengungkapkan bahwa banyak pedagang warteg mengalami kerugian berturut-turut dan pada akhirnya memilih menutup usahanya.

"Dengan kondisi tahun ini, pelambatan ekonomi, posisi warteg dilema. Imbas daya beli menurun, konsumen menurun karena PHK terjadi di mana-mana, pabrik-pabrik berguguran. Pedagang warteg dilema, akhirnya memilih tutup," ujar Mukroni.

Senada Ketua Koperasi Merah Putih (Kowamart), Izzuddin Zidan menilai bahwa Raperda KTR ini menjadi beban tambahan bagi pedagang kecil. Ia menyebut saat ini saja, daya beli sedang menurun, sehingga aturan itu dikhawatirkan akan semakin menekan pedagang kecil.

"Padahal sekarang daya beli menurun, penghasilan pas-pasan, kenapa mesti muncul aturan seperti ini. Kondisi ekonomi masih tidak stabil. Usaha masyarakat belum pulih, jangan ditambah bebannya," ujar Zidan.

Sebelumnya, Wakil Ketua Pansus Raperda KTR Suhaimi pada Kamis (2/10) menyebutkan, meskipun menuai banyak polemik dan pimpinan DPRD telah memberikan tambahan waktu satu bulan untuk memastikan seluruh pasal tersusun rapi, pihaknya memilih meneruskan finalisasinya.

"Kalau misalnya dua hari ini selesai, ya sudah selesai. Kita masih diberikan waktu satu bulan, tapi kalau hari ini selesai ya hari ini selesai, kalau besok ya besok selesai. Tambahan waktu itu hanya untuk finalisasi teknis, bukan membuka kembali pembahasan secara substantial," tegas Suhaimi.

Halaman 2 dari 2
(ada/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads