Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan ada kemungkinan 5,3 juta ekspor CPO akan berkurang seiring dengan pengembangan B50 atau biosolar dengan campuran minyak sawit 50%.
Dia mengatakan produksi CPO dalam negeri hingga 46 juta ton. Total yang diekspor 26 juta dan diproses di dalam negeri 20 juta untuk kebutuhan lokal. Nah 26 juta ton tadi kemungkinan berkurang 5,3 juta ton.
"Kami berangkat dari produksi CPO kita, 46 juta ton. Yang di produksi dalam negeri, di-processing dalam negeri itu 20 juta ton. Ekspor kita adalah 26 juta ton. B50 membutuhkan CPO 5,3 juta ton. Ekspor ini nantinya kita tarik 5,3 juta ton, kemudian dijadikan biofuel. Jadikan pengganti solar," ungkap Amran di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkahnya, Indonesia bisa mengurangi impor komoditas solar dan beralih ke energi hijau. Otomatis devisa juga pada akhirnya bisa dihemat.
"Kemudian impor kita untuk solar, kita bisa hentikan setara dengan hasil 5,3 juta ton tadi. Nah ini nantinya, ini green energy, kita bisa menutupi kebutuhan dalam negeri, tapi menghemat devisa karena kita menyetop impor," ujar Amran.
Di sisi lain, dampak dari pengurangan ekspor kelapa sawit, kata Amran bisa berdampak pada harga sawit dunia. Pada akhirnya, bisa saja penerimaan negara bertambah karena harga sawit naik.
"Dan ada yang terpenting, kalau ekspor kita yang dulunya 26 juta, tiba-tiba berkurang harga pasti naik. Pernah ada pengalaman, naik 100%. Sekarang nilai CPO kita Rp 450 triliun. Kalau naik 2 kali lipat atau lebih, itu bisa Rp 1.000 triliun atau 800 triliun, tetapi kuantumnya berkurang," papar Amran.
"Kenapa? Produsen terbesar dunia adalah Indonesia. Kita yang harus mengendalikan harga CPO dunia, bukan negara lain," ujarnya.
Namun, ada kemungkinan juga bila harga CPO meningkat terlalu pesat, bisa jadi Indonesia juga akan kembali menurunkan kadar sawit pada biosolar. Sebab, bila harga terlalu mahal, bisa jadi produk olahan CPO yang digunakan masyarakat naik harganya.
"Nah kalau harga CPO dunia naik, mungkin saja kita lepas B50 turun menjadi B40 kembali. Tapi begitu harga turun, kita tarik kembali menjadi biofuel. Tergantung yang mana menguntungkan rakyat Indonesia," pungkas Amran.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyatakan saat ini tengah mematangkan penggunaan campuran biodiesel pada bahan bakar solar sebesar 50% atau B50 yang bakal diterapkan pada semester II-2026. Dengan penerapan B50, ditargetkan Indonesia tidak lagi impor solar.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan B50 sudah diuji coba tiga kali dan sudah memasuki tahap final. Uji coba terakhir ini membutuhkan waktu hingga 8 bulan.
"Sekarang uji terakhir itu kan butuh waktu sekitar 6 bulan sampai 8 bulan kita uji di mesin kapal, kereta, alat-alat berat. Kalau semua sudah clear dan sudah keputusan untuk kita pakai B50, kalau sudah keputusan B50 maka insyaallah tidak lagi kita melakukan impor solar. 2026 insyaallah semester II, dalam agenda kita memang pemaparan saya dengan tim itu semester II," katanya saat ditemui di Jakarta International Convention Center (JICC) Senayan, Jakarta Pusat di hari yang sama.
(kil/kil)