Cukai Rokok Tak Naik 2026, Petani & Industri Dapat Angin Segar

Cukai Rokok Tak Naik 2026, Petani & Industri Dapat Angin Segar

Rista Rama Dhany - detikFinance
Selasa, 21 Okt 2025 12:24 WIB
Petani Tembakau di Lumajang
Foto: Nur Hadi Wicaksono
Jakarta -

Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2026 disambut positif oleh pelaku usaha dan asosiasi industri tembakau. Kebijakan yang disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ini dinilai sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas industri hasil tembakau (IHT) yang tengah menghadapi tekanan berat, baik dari sisi biaya produksi maupun daya beli masyarakat.

Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anggana Bunawan, mengatakan keputusan ini memberi kepastian bagi dunia usaha di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Menurutnya, pelaku industri membutuhkan kebijakan fiskal yang seimbang agar keberlanjutan usaha tetap terjaga.

"Posisi kami tidak anti regulasi, yang diharapkan adalah keberimbangan. Karena itu, Apindo mengapresiasi langkah Menteri Keuangan yang memberi sinyal tidak naik cukai tahun 2026. Ini sinyal positif melihat kenyataan di lapangan," ujarnya, di Jakarta, Selasa (21/10/2025).

Langkah pemerintah menahan kenaikan tarif CHT dinilai dapat memberi ruang bagi industri padat karya untuk bernafas lebih lega. Selain membantu produsen, kebijakan ini juga berpotensi menjaga stabilitas harga bahan baku dan mendukung keberlangsungan petani tembakau di berbagai daerah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Edi Sutopo, menilai kebijakan tersebut merupakan momentum untuk menata ulang arah fiskal industri hasil tembakau. Ia bahkan mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan moratorium kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) selama tiga tahun ke depan.

"Kalau kita lihat data dari 2017 sampai 2024, rata-rata kenaikan cukai mencapai 11%, sementara inflasi hanya 3%. Artinya, pengenaan tarif cukai selama ini sudah cukup tinggi," kata Edi.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, kenaikan tarif yang agresif telah menekan daya saing industri sekaligus menurunkan kemampuan pembelian bahan baku dari petani. Ia mencontohkan beberapa pabrikan di Jawa Timur yang tahun ini tidak lagi melakukan pembelian tembakau karena tekanan biaya.

Selain menekan produksi, kebijakan fiskal yang terlalu ketat juga dinilai berdampak pada penerimaan negara. Data menunjukkan, target penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) belum pernah tercapai dalam dua tahun terakhir. Pada 2023 realisasinya hanya 97% dari target Rp 217 triliun, sedangkan pada 2024 turun menjadi 94% dari target Rp 230 triliun. Hingga semester I 2025, realisasi baru mencapai Rp 105,5 triliun atau sekitar 45,5% dari target.

"Kalau tarif cukai terus dinaikkan, penerimaan justru akan turun karena titik optimal sudah terlewati. Dampaknya, rokok ilegal bisa meningkat dan itu merugikan negara," kata Edi.

Dengan kebijakan fiskal yang lebih stabil, pelaku industri berharap pemerintah dapat menciptakan keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlanjutan usaha legal. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga jutaan lapangan kerja yang bergantung pada rantai industri hasil tembakau, mulai dari petani, buruh pabrik, hingga pelaku UMKM.

Lihat juga Video: #Tanyadetikfinance Cukai Rokok Tak Naik Apa Dampaknya Terhadap Ekonomi?

(rrd/rir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads