Pengusaha Sawit Siap Hadapi Aturan Anti-Deforetasi Eropa

Pengusaha Sawit Siap Hadapi Aturan Anti-Deforetasi Eropa

Andi Hidayat - detikFinance
Selasa, 28 Okt 2025 18:01 WIB
A worker loads fresh fruit bunches to be distributed from the collector site to CPO factories in Kampar regency, as Indonesia announced a ban on palm oil exports effective this week, in Riau province, Indonesia, April 26, 2022. REUTERS/Willy Kurniawan
Foto: REUTERS/WILLY KURNIAWAN
Jakarta -

Uni Eropa memperpendek penundaan penerapan aturan anti deforestasi atau Undang-Undang (UU) European Union Deforestation Regulation (EUDR). Aturan ini bertujuan untuk menekan praktik penebangan hutan yang dilakukan industri perkebunan, salah satunya kelapa sawit.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, menegaskan industri sawit siap menghadapi regulasi tersebut. Ia menyebut, industri tetap menjalan regulasi EUDR dengan masa penyesuaian enam bulan.

"Untuk perusahaan itu (penyesuaian) dijalankan waktu sampai 6 bulan, kemudian untuk petani sampai 1 tahun. Artinya sebenarnya kalau kita lihat kita sendiri Indonesia, sebenarnya kalau secara perusahaan mereka siap-siap untuk menghadapi EUDR hampir bisa dikatakan siap walaupun tidak semua, tapi siap," ungkap Eddy dalam konferensi persnya di kantor GAPKI, Selasa (28/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan, sebagian besar perusahaan sawit Indonesia telah memenuhi ketentuan utama EUDR, yakni tidak membuka lahan baru setelah 31 Desember 2020. Adapun aturan ini ditetapkan Uni Eropa untuk menghindari praktik deforestasi.

Namun, lanjut Eddy, persoalan muncul di tingkat petani, yang selama ini belum memiliki regulasi pembatasan pembukaan lahan secara ketat. Padahal, EUDR mewajibkan pelaku industri untuk memastikan seluruh rantai pasok tidak berasal dari area yang terindikasi deforestasi.

ADVERTISEMENT

"Yang menjadi masalah kita adalah petani petani ini tidak ada aturan untuk melarang membuka mereka bisa sewaktu apapun saja membuka kecuali di kawasan hutan tetapi kalau mereka area sendiri mereka membolehkan oleh pemerintahan," jelasnya.

Eddy menambahkan, pemerintah Indonesia sendiri telah menerbitkan aturan khusus yang melarang pembukaan lahan sawit baru. Aturan tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 tahun 2019. Dalam aturan tersebut, pengusaha juga tidak boleh menolak bermitra dengan petani rakyat meski terindikasi melanggar aturan EUDR.

Ia menyebut, regulasi EUDR juga tidak akan berdampak signifikan terhadap industri sawit di tahun 2026. Hingga saat ini, pemerintah juga masih mencari solusi untuk melindungi petani terkait regulasi EUDR ini.

"Khusus di 2026 seharusnya belum terlalu bermasalah, belum bermasalah. Apabila itu diterapkan, apabila kondisinya masih ada seperti itu, artinya kalau diberikan jangka waktu, apalagi petani satu tahun, nah itulah sebenarnya kesempatan untuk kita," pungkasnya.

Dikutip dari Bloomberg, Komisi Eropa mengusulkan pemberian masa kelonggaran selama enam bulan bagi perusahaan besar dari sanksi setelah UEDR berlaku di akhir tahun ini. Bloomberg sebelumnya melaporkan, perubahan ini merupakan pelonggaran dari rencana yang diumumkan bulan lalu, yang semula berencana menunda penerapan aturan itu selama satu tahun.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan Uni Eropa melunak terkait larangan produk-produk pertanian, seperti kelapa sawit, coklat, kopi, kedelai, karet, kayu yang dinilai memicu deforestasi. Larangan produk itu sempat dituang dalam regulasi EUDR.

Menurut Budi, perjanjian dagang Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) membawa sejumlah keuntungan ke Indonesia. Selain membuka akses pasar, perjanjian dagang ini juga memberikan kemudahan dari hambatan dagang, termasuk EUDR.

"Makanya setelah IEU-CEPA selesai semua menjadi melunak. Mudah-mudahan terus melunak," ujar Budi saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (29/9).

Tonton juga video "Kejagung Geledah Bea Cukai Terkait Kasus Limbah Minyak Kelapa Sawit" di sini:

(acd/acd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads