Terungkap Biang Kerok Baja Impor China Serbu RI

Terungkap Biang Kerok Baja Impor China Serbu RI

Aulia Damayanti - detikFinance
Selasa, 11 Nov 2025 06:30 WIB
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza/Foto: Aulia Damayanti/detikcom
Jakarta -

Indonesia masih dibanjiri impor baja. Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan hal itu disebabkan karena adanya ketimpangan antara kebutuhan dengan produksi baja nasional yang sangat besar.

Salah satu negara asal impor baja terbanyak berasal dari China. Negeri Tirai Bambu itu juga termasuk produsen terbesar dunia dengan kapasitas produksi baja kasar sebesar 1,005 miliar ton atau 53,3% produksi dunia.

"Gap ini diisi oleh produk impor sekitar 55% kebutuhan nasional dan mayoritas dari China. Sementara utilisasinya industri baja kita sebesar 50% kurang lebih, sehingga industri baja nasional yang idle karena produknya tidak terserap pasar juga cukup banyak," kata dia dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI, Senin (10/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tingginya impor baja tersebut juga disebabkan karena produsen nasional hanya berorientasi pada pemenuhan sektor konstruksi dan infrastruktur yang selama ini menjadi pasar utama dari industri tersebut. Padahal, permintaan sektor tersebut tengah menurun, baik di Indonesia maupun global.

ADVERTISEMENT

"Pada dasarnya di seluruh dunia ini kan properti sebagai salah satu off taker dari industri baja kan betul-betul turun. Memang masalah baja bukan hanya masalah kita tapi di seluruh dunia sedang turun," katanya usai rapat.

Padahal, terdapat sektor lain yang berpeluang besar untuk meningkatkan permintaan baja nasional, yaitu otomotif, perkapalan, alat berat, dan lain-lain

"Sektor-sektor ini memerlukan jenis baja dengan spesifikasi khusus seperti alloy steel baja paduan atau special steel baja khusus yang memiliki potensi pasar besar baik di dalam negeri maupun luar negeri," ungkapnya.

Selain itu, industri baja dalam negeri juga mengalami tantangan kualitas mesin produksi yang sudah tua. Hal itu juga yang menyebabkan baja nasional tidak dapat berdaya saing.

"Sebagian besar produsen masih menghadapi tantangan dalam hal teknologi dan modernisasi peralatan produksi di mana sebagian besar mesin dan teknologi yang digunakan sudah berumur tua dan belum sepenuhnya ramah lingkungan. Kondisi ini mempengaruhi kualitas dan biaya produksi sehingga menjadi hambatan dalam upaya menuju industri baja yang punya daya saing, berkelanjutan, dan berstandar global," terangnya.

Untuk mengatasi banjir impor baja, pemerintah membuka peluang investasi dari negara lain. Faisol bilang banyak kedatangan investor yang berminat membangun pabrik baja di Indonesia. Negara-negara yang berminat di antaranya negara dari Eropa, kemudian ada China dan Vietnam.

"Kami minta supaya mereka berinvestasi di Indonesia, bangun pabrik di Indonesia, sehingga mereka juga punya akses ke pasar domestik, sebagaimana industri-industri atau pabrik-pabrik lain yang selama ini menjadi pemain atau pelaku usaha di pasar domestik. Ada beberapa negara (berminat) dari Eropa, dari China, dari Vietnam, yang mau merelokasi pabriknya," ucapnya.

Faisol mengungkapkan kebutuhan baja dalam negeri 55% dipenuhi dari impor, mayoritas dari China. Sementara utilitas dari baja dalam negeri hanya 52%.

"Nah investasi tentu solusi buat industri baja, agar tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri yang memang besar, yang selama ini sebagian itu impor, kira-kira 11 juta ton impor, bisa dipenuhi lebih baik kalau mereka berinvestasi di dalam negeri," imbuhnya.

Tonton juga video "Menyoroti Permasalahan Sampah Plastik Impor di Indonesia"

(ada/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads