Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan dugaan awal munculnya radiasi cesium-137 (cs-137) di kawasan industri Cikande, Serang, Banten. Radiasi itu diketahui bersumber dari aktivitas peleburan baja di pabrik milik PT Peter Metal Technology (PMT).
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE), Kemenperin Setia Diarta menyampaikan berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Kepolisian, sumber radiasi cs-137 ditemukan pada tungku peleburan baja milik PT PMT. PMT merupakan perusahaan peleburan baja yang memanfaatkan scrap baja untuk memproduksi baja kembali.
"Dan hasil analisis laboratorium menyebutkan bahwa kontaminan pada lokasi terpapar identik dengan kontaminan pada sisa produksi PT PMT," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setia menerangkan PMT sebelumnya pernah mengajukan importasi scrap baja kepada Kemenperin. Namun, pihaknya tidak pernah menyetujui izin impor dari perusahaan tersebut. Ia pun menduga ada dua kemungkinan sumber bahan baku scrap yang diperoleh PT PMT, yakni berasal dari dalam negeri atau dari pihak yang mendapatkan izin impor scrap baja. Namun, ia menegaskan importasi scrap tidak boleh diperjualbelikan.
"Kalau supply-nya dari dalam negeri, kemungkinan adalah baja atau bekas-bekas peralatan medis yang punya kemungkinan untuk memberikan kontaminan pada saat peleburan," terang Setia.
Saat ini, pemerintah masih menelusuri lebih lanjut pemasok scrap baja ke PT PMT serta bagaimana bahan baku tersebut terkena radiasi. "Nah bagaimana penelusuran lanjutan terhadap siapa sebenarnya yang memasok, dan bagaimana bahan baku scrap yang mengandung Cs-137 ini didapatkan oleh Peter Metal. Ini dilanjutkan oleh aparat penegak hukum, dan sampai pada pembahasan-pembahasan ini dilanjutkan oleh aparat untuk penelusuran lebih lanjutnya," jelasnya.
Penggunaan besi bekas atau scrap baja berperan penting dalam industri baja dalam negeri karena dapat menekan biaya produksi. Penggunaan scrap baja bisa menurunkan biaya produksi hingga 20%.
Setia menekankan sebenarnya scrap baja bukan limbah, melainkan bahan baku penolong yang masih sangat dibutuhkan industri baja. Ia menerangkan apabila pelaku usaha dalam negeri tidak menggunakan scrap baja dapat berdampak pada daya saing lantaran biaya produksi dapat meningkat 20%. Scrap baja bekas lazim dilakukan di banyak negara seperti Jepang, yang juga memanfaatkan baja bekas untuk dilebur kembali menjadi produk baru.
"Kami ingin menegaskan scrap bagi industri baja adalah termasuk bahan baku penolong. Dengan scrap ini teman-teman di industri peleburan baja bisa mengurangi cost of production-nya sampai 20%," tambah dia.
Tonton juga video "Presiden KSPSI Minta Pencemaran Radioaktif di Cikande Diusut Tuntas"
(rea/kil)










































