Pengusaha sepatu lokal mengeluhkan gempuran sepatu impor yang membanjiri pasar dalam negeri. Menurut Ketua Himpunan Pengusaha Alas Kaki Nusantara (HIPAN), David Chalik, mayoritas sepatu impor itu dari China, dan membuat produk lokal semakin sulit bersaing.
David bahkan menuding ada praktik dumping yang dilakukan pihak China terhadap Indonesia. Hal ini terindikasi dari murahnya produk sepatu China yang dijual hanya Rp 75 ribu per pasang.
David sempat meminta pemasok di China memproduksi ulang sepatu dengan harga yang sama, namun ditolak karena tidak tercapainya kesepakatan harga. Dari sinilah kecurigaan dumping muncul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dijual harga Rp 75.000. Saya pernah coba bikin balik, saya beli sepatu di e-commerce. Saya bikin balik di Alibaba, saya sebut nggak apa-apa ya, ternyata mereka nggak bisa bikin (produk) harga Rp 75 ribu per pairs," ujarnya dalam rapat dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Bahkan David sudah menaikkan jumlah order hingga 20.000 pairs tapi tetap ditolak karena harganya tak bisa menutup ongkos produksi. Oleh karena itu ia menilai sepatu yang dijual di harga Rp 75 ribu tidak masuk akal, terlebih ada ongkos produksi dan pengiriman yang harus dikeluarkan.
"Saya naikin kuantitasnya jadi 10.000, 20.000, harga bahkan masih nggak ketemu di Rp 75 ribu. Artinya kalau mereka sudah sampai di Indonesia, mereka kan sudah ada ongkos kirim, sudah ada modal kerja dan profit, mereka masih bisa jual di Rp 75 ribu, itu saya nggak masuk di akal, gimana caranya? Sedangkan mereka sendiri kita (minta) bikin balik, nggak bisa. Jadi indikasinya dumping ini cukup kuat," tambah David.
David menilai dengan standar produksi yang memadai, harga ideal satu pasang sepatu seharusnya berada di kisaran Rp 150.000 sampai Rp 200.000. Oleh karena itu ia menilai sepatu yang harganya di bawah itu terindikasi sebagai produk dumping.
Ia juga mencurigai ada upaya dari pihak tertentu yang ingin merusak pasar Indonesia. Pasalnya, produsen tersebut menjual harga lebih murah di negara lain ketimbang di negaranya sendiri.
"Dumpingnya ya harga jual mereka itu lebih murah daripada mereka jual di pasar mereka sendiri, untuk menyerang pasar kita, untuk merusak pasar kita. Ini sebenarnya sudah dialami di industri gorden," tuturnya.
David menyebut produsen di luar negeri tak segan melakukan praktik bakar uang saat melakukan dumping. Saat industri di Indonesia perlahan mati, produsen di China akan menaikkan harga secara perlahan.
Ia menambahkan, sepatu impor turut mempengaruhi harga dan margin produsen dalam negeri. Harga sepatu impor jauh lebih murah dan membuat produk dalam negeri sulit bersaing di pasaran.
Kemudian, maraknya sepatu impor ilegal yang masuk lewat berbagai jalur, salah satunya thrifting. Ketiga, harga produk lokal yang kurang kompetitif. David menyebut kondisi ini membuat beberapa merek lokal mengambil sepatu yang dibuat di China.
Ia juga mengeluhkan sulitnya memasukkan komponen pendukung sepatu yang tidak diproduksi dalam negeri. David menjelaskan, dalam satu sepatu ada sekitar 30 komponen yang dibutuhkan. Namun beberapa komponen sulit masuk pasar dalam negeri karena adanya kebijakan larangan terbatas (lartas).
"Misalnya sepatu saja kami punya 30 komponen, ini kejadian kemarin hal simpel sekali. Kita tahu ada sepatu sekarang modelnya pakai putran, Pak. Ya, dia pakai putran. Namanya lay system. Jadi saya masukkan lay system itu ke Indonesia nggak bisa, kena lartas karena ada kawatnya, Pak. Dia bilang itu masuk HS Code-nya kawat baja. Jadi kami nggak bisa masuk," tutupnya.
Simak Video 'Produsen Serat dan Filamen RI Gantungkan Harapan Ke Purbaya Soal Serangan Impor Garmen':
(ily/hns)










































