Pengusaha Soroti Aturan Kawasan Bebas Rokok, Khawatir Turunkan Omzet

Pengusaha Soroti Aturan Kawasan Bebas Rokok, Khawatir Turunkan Omzet

Aulia Damayanti - detikFinance
Minggu, 07 Des 2025 17:00 WIB
Pengusaha Soroti Aturan Kawasan Bebas Rokok, Khawatir Turunkan Omzet
Ilustrasi - Foto: Getty Images/iStockphoto/David Tran
Jakarta -

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dalam aturan tersebut diatur sejumlah Kawasan Tanpa Rokok, salah satunya termasuk tempat umum yang terdiri dari pusat perbelanjaan, toko swalayan, pasar rakyat, hotel hingga tempat hiburan.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo) Anang Zunaedi menilai aturan itu akan berdampak sangat dalam kepada peritel, terutama dikhawatirkan akan menurunkan omzet penjualan.

"Akan menurunkan omzet penjualan pastinya. Karena kategori rokok adalah produk fast moving item. Di tataran peritel ultra mikro, kategori rokok merupakan penyumbang omzet nomor dua setelah sembako. Tentu akan memukul pendapatan," kata dia kepada detikcom, dikutip Minggu (7/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apalagi saat ini daya beli masyarakat telah menurun. Menurutnya pemerintah mengedepankan edukasi kepada konsumen akan dampak konsumsi merokok.

ADVERTISEMENT

"Kondisi ekonomi seperti ini apa lagi daya beli masih lemah serta belum ada indikator positif jelang nataru sangat berat bagi pedagang. Semestinya pemerintah lebih mengedepankan edukasi ke konsumen bila dirasa merokok membahayakan, tanpa harus mematikan ekonomi pedagang," terangnya.

Sementara Ketua Cluster Out of Home Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Deni Masriyaldi mengatakan sebenarnya untuk sektor periklanan tidak masuk dalam aturan tersebut. Namun, aturan tersebut tetap akan berdampak pada industri periklanan. Sekitar 60-70% usaha periklanan berkaitan dengan industri hasil tembakau (IHT).

"Pertumbuhan segmen advertising Itu sangat terdampak. Jadi, kami sangat berharap pemerintah mendengarkan aspirasi pelaku usaha, dari asosiasi advertising. Agar tidak memberlakukan aturan secara sepihak dengan mengorbankan aspek yang lain," tegas Deni.

Apalagi di dalam klausul Ranperda KTR DKI Jakarta, pelarangan total iklan dinyatakan diberlakukan seluruh wilayah DKI Jakarta. "Jelas itu tidak boleh, itu mengabaikan aspek ekonomi. Aspek keberlangsungan usaha dari kawan-kawan yang bergerak di advertising tolong dipertimbangkan," terangnya.

Lanjut Deni, sebagai produk legal, dan dikenakan cukai, produk tembakau berhak untuk diiklankan dan dipromosikan, sebagaimana turut ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi. Pihaknya pun memahami dan menaati bahwa peletakan reklame produk tembakau tidak boleh dekat sekolah, rumah sakit maupun tempat ibadah.

"Aturan ini sudah kami taati tapi kalau didorong seluruh wilayah, itu namanya bukan KTR lagi. Semua wilayah tidak boleh kan bukan KTR lagi. Kalau KTR itu kan kawasan, jadi kawasan itu ditentukan oleh pemerintah, di mana yang tidak boleh. Tapi kalau semua wilayah tidak boleh, banyak yang akan terdampak," jelasnya.

Sementara Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi mengatakan definisi KTR harus kembali kepada aturan Peraturan Pemerintah (PP) 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.

"Jadi KTR diluar itu seperti tempat hiburan, tempat olahraga dan lainnya dihilangkan saja," ujar dia.

Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) diterangkan pada pasal 3, memberikan perlindungan bagi masyarakat dari bahaya asap rokok, memberikan ruang dan lingkungan yang bersih serta sehat bagi masyarakat, melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik langsung maupun tidak langsung.

Kemudian, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan derajat kesehatan manusia, meningkatkan kualitas pelaksanaan nilai-nilai keagamaan, menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, tanpa asap rokok, dan sampah akibat merokok, memenuhi rasa aman dan nyaman masyarakat;

Selain itu, meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat, mencegah perokok pemula, upaya menyadarkan dan menurunkan angka jumlah perokok;
dan mengurangi risiko kebakaran.

Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a meliputi, rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, apotek, unit transfusi darah, laboratorium kesehatan, optik, pos pelayanan terpadat, tempat praktik kesehatan mandiri, fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum, fasilitas Pelayanan Kesehatan tradisional; dan fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.

(kil/kil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads