Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta yang juga Direktur Megawati Institute, usai melakukan pertemuan dengan Habibie Center terkait dengan kerja bersama untuk Ekonomi Pancasila.
"Kita melihat corak yang dikembangkan Pak Jokowi mengarah ke sana. Indikasinya, persoalan kita kan keadilan sosial, paling dekat gini ratio semakin menyempit, kemudian kebijakan alokasi dana pembangunan dengan infrastruktur dan kawasan ekonomi khusus yang lebih banyak di luar Jawa. Itu bagian untuk seimbangkan Jawa dan luar Jawa," jelas Arif kepada detikFinance saat ditemui di Megawati Institute, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keberpihakan melalui mekanisme dana desa dan KUR. Kemudian ini harus diikuti dengan proses industrialisasi. Memang kalau kita menuju satu masyarakat yang adil dan makmur dalam pembangunan ekonomi, maka harus didasari oleh paradigma Pancasila," terang Arif.
Meski berpedoman pada keadilan rakyat, sambungnya, bukan berarti Ekonomi Pancasila anti pasar yang serba tertutup dan kaku. Namun hakikatnya, yakni ekonomi yang didasarkan atas asas keadilan untuk semua kelas ekonomi dengan kesempatan dan persaingan yang sama dan sehat.
"Apakah Ekonomi Pancasila anti market? Justru bukan anti market, dia justru bekerja di dalam pasar. Tapi yang diinginkan adalah pasar yang sehat dan adil, maka Ekonomi Pancasila menentang adanya monopoli dan oligopoli dalam ekonomi. Karena itu justru menghambat proses keadilan dan kemakmuran," ungkap Arif.
Lanjut dia, konsep ekonomi berkeadilan seperti itu sebenarnya sudah banyak diadopsi di berbagai negara. Jerman dan negara-negara Skandinavia menjadi salah satu contoh idealnya.
"Kalau di Jerman ada namanya sosial market atau ekonomi pasar sosial, beberapa corak yang sama adalah negara-negara di Skandinavia hampir sama. Pada level industri bisa berkembang, kemudian diikuti dengan pendidikan dan sistem kesejahteraan yang baik," kata Arif.
Di Indonesia, beberapa model Ekonomi Pancasila yang sudah cukup lama mengakar adalah badan usaha koperasi. Kemudian di sektor perusahaan privat, tak mustahil pula dikembangkan pola kepemilikan saham karyawan pada perusahaan tempatnya bekerja.
"Koperasi dapat dijadikan model. Kemudian misalnya pasar modal dengan employee stock option, pekerja merasa memiliki perusahaan karena bagian dari owner di private sector. Itu juga kan model usaha privat dikerjakan dengan model kooperatif yang melibatkan pekerja," tutur Arif.
Sementara itu, Chairman of Board of Director The Habibie Center, Sofian Effendi, mengatakan untuk semakin menguatkan penerapan Ekonomi Pancasila yakni perlunya pembatasan secara bertahap pada pasar Indonesia yang dianggap relatif masih terlalu bebas.
"Sudah mulai diarahkan ke sana (Ekonomi Pancasila). Walaupun pasar kita masih sangat bebas. Tapi upaya pemerintah memusatkan kebijakan pada pembangunan infrastruktur yang selama puluhan tahun tidak digarap maksimal, arahnya sudah benar. Apalagi pembangunannya dari pinggiran," ucap Sofian. (nwy/hns)