Di Walini, Lahan Proyek 'Kecebong' Sindiran Roy Suryo Ternyata Sewa

Di Walini, Lahan Proyek 'Kecebong' Sindiran Roy Suryo Ternyata Sewa

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Selasa, 07 Nov 2017 17:36 WIB
Foto: Wisma Putra
Jakarta - Politikus Partai Demokrat, Roy Suryo, menyindir proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Ia menyebut proyek kereta cepat kecebong alias kereta cepat bohongan.

Proyek ini dilakukan groundbreaking pada Januari 2016 lalu di kawasan Walini. Kawasan Walini yang terletak di Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat dipilih sebagai lokasi groundbreaking lantaran dianggap sebagai lahan yang sudah dibebaskan sehingga siap dilakukan pekerjaan.


Namun siapa sangka, lahan tersebut ternyata statusnya sewa. Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung di Walini menggunakan lahan milik PTPN VIII. Lahan seluas 22,687 hektar milik PTPN VIII disewakan selama 53 tahun ke depan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PTPN VIII bersama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) membentuk perusahaan patungan bernama PSBI atau PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia. Selanjutnya PSBI dan China Railway International membentuk PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

Akan tetapi perhitungan awal sewa masih belum disepakati, apakah dari 2016 sejak dimulai groundbreaking atau di 2017.

"Itu (sewa) 50 plus 3 tahun masa pembangunan," terang Gunara, Direktur Manajemen Aset PTPN VIII saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Selasa (7/11/2017).


Bila sesuai rencana semula, setelah masa sewa penggunaan lahan habis 50 tahun dan 3 tahun masa konstruksi mendatang oleh PT KCIC, maka lahan trase kereta cepat akan kembali menjadi lahan PTPN VIII. Kawasan lainnya di Walini inipun rencananya akan dibangun Transit Oriented Development (TOD) Walini oleh PT KCIC.

"Namun dengan ada penlok dari Pemprov Jabar sejak awal akan dilakukan proses pemindahtanganan ke PT PSBI," tutur Gunara

Jika ditetapkan sewa jangka panjang tanpa pemindahtanganan, KCIC diwajibkan membayar sekitar Rp 122 miliar. Akan tetapi angka tersebut belum disepakati antar kedua belah pihak.

Nilai tersebut sudah diperhitungkan oleh tim penilai dengan menimbang berbagai hal.

"Lebih kurangnya kisaran Rp 122 miliar. Belum disepakati masih nego, usulan dari PTPN VIII," ujar Gunara. (ara/dna)

Hide Ads