Kedua perjanjian tersebut yang pertama IP-576 senilai 8,309 miliar yen Jepang atau setara dengan Rp 900 miliar untuk pengembangan world class university di Universitas Gadjah Mada (UGM). Lalu IP-577 senilai 118,906 miliar yen Jepang atau sekitar RP 14,3 triliun untuk pembangunan Pelabuhan Patimban fase pertama.
UGM akan memanfaatkan dana pinjaman tersebut untuk membangun 10 pusat studi di Yogyakarta untuk memperkuat aktivitas pengembangan dan riset, kerja sama dengan komunitas lokal dan industri, serta pengembangan sumber daya manusia (SDM) di UGM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Mulyani menyebutkan, pembiayaan ini memanfaatkan pinjaman lunak tidak mengikat dari JICA dengan bunga floating sebesar LIBOR yen Jepang +10 bps per tahun (dengan lower cap 0,1% dan upper cap 6,5%). Grace periode pinjaman ini selama 7 tahun dan masa pengembalian 18 tahun, sehingga jangka waktu pinjaman adalah 25 tahun.
Kemudian pinjaman untuk pelabuhan akan dimanfaatkan oleh Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat untuk mengembangkan pelabuhan Patimban di Subang sebagai pelabuhan logistik bertaraf internasional.
Pinjaman JICA IP-577 merupakan pinjaman tahap pertama yang akan dimanfaatkan untuk pembangunan jalan akses sepanjang 8,1 km, terminal baru, jembatan dan back up area pelabuhan.
"Pelabuhan baru Patimban akan menjadi alternatif bagi industri di area sekitarnya yang akan memperkuat aktifitas ekonomi dan jaringan logistik kelautan di wilayah Jakarta," imbuh Sri Mulyani.
Dia menjelaskan, pemerintah Jepang telah memberikan bantuan pinjaman lunak kepada Indonesia sejak 1958. Hingga Oktober 2017 pemerintah Indonesia telah memiliki 31 pinjaman kegiatan on going yang berasal dari pemerintah Jepang melalui JICA dengan nilai komitmen 565,75 miliar yen Jepang atau setara US$ 5,1 miliar atau Rp 69 triliun. (dna/dna)