Imam mengatakan, bendungan yang tadinya akan menjadi bendungan pertama yang dibangun lewat skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) ini gagal bisa dikerjasamakan lantaran potensi listrik yang menjadi daya tarik investor dari proyek ini tak cukup besar sehingga dirasa gagal menutup biaya investasi yang harus dikeluarkan. Daya listrik yang dihasilkan diketahui hanya sekitar 22 MW saja.
"Ternyata Tiga Dihaji itu tidak menguntungkan karena bendungan itu akan bisa KPBU kalau listrik yang dihasilkannya itu tinggi. Karena untuk irigasi, air baku, dan penahan banjir kan listriknya jadi turun. Sehingga pihak swasta tidak minat," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi lelang biasa saja. Kan tidak ada yang minat karena listriknya itu rendah ternyata. Sudah kita coba dan tunggu-tunggu sampai kita sounding kemana-mana, ternyata mereka (calon investor) tidak ada yang mau, karena listriknya terlalu kecil 22 Mega Watt," ujarnya.
Dengan biaya investasi yang cukup besar dan potensi listrik yang hanya mencapai 22 MW, salah satu proyek dari program pembangunan 49 bendungan baru ini pun gagal mengurangi porsi APBN dalam pembangunan bendungan. Namun, Imam bilang pihaknya masih mencoba untuk menekan biaya pembangunan bendungan ini hingga 10% banyaknya.
Sebagai informasi, sehari sebelumnya Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, bendungan ini dimungkinkan dibangun dengan skema KPBU karena adanya potensi listrik yang berasal dari bendungan yang dialirkan.
"Setelah dievaluasi rencana desainnya, ternyata kita melihat ini bisa dibangun pakai skema PPP (Public Private Partnership) karena bisa hadirkan listrik," katanya.
Dia bilang, investor yang berminat untuk membangun bendungan yang berlokasi di Sumatera Selatan itu berasal dari Jepang. Hal ini didapati setelah Jepang melakukan value engineering kembali untuk bendungan ini dan oleh komisi keamanan bendungan agar lebih efisien, sehingga investor pun tetap tertarik. (eds/hns)











































