Kemudian, 4,2 juta bidang tanah bersertifikat di 2017, sehingga saat ini masih ada 82 juta bidang tanah belum bersertifikat.
"Oh banyak sekali masih tanah di Indonesia diperkirakan 126 juta. Sampai dengan April 2016 yang sudah bersertifikat baru 40 juta sisanya masih 86 juta lagi. Tahun 2017 kita berhasil mensertifikatkan 4,2 juta," kata dia di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat (19/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan tahun ini targetnya 7 juta bidang tanah bersertifikat, dan di 2019 sebanyak 9 juta bidang tanah bersertifikat.
"Kalau program ini kita lakukan Insya Allah tahun 2023 paling lambat 2025 semua tanah sudah terdaftar. 7 jt berarti lebih tinggi dari realisasi tahun 2017," kata dia.
Sofyan menjelaskan, proses pemetaan tanah saat ini dilakukan secara sistematik dan lengkap.
"Kita melakukan sekarang pemetaan tanah sistematik lengkap. Jadi dalam sebuah desa kita petakan semua kita daftarkan semua kita identifikasi semua. Begitu semua tanah sudah teridentifikasi nanti, kita rawat," jelas dia.
Dari proses pemetaan tanah itu lahir beberapa kelompok tanah. Yaitu tanah jelas dengan kualifikasi memiliki batas yang jelas, memiliki pemilik yang jelas, memiliki surat yang lengkap, dan bersertifikat.
Kemudian ada pula jenis tanah yang tanahnya jelas dan memiliki batas-batas wilayahnya. Namun kepemilikannya tidak di tempat, misalnya tanah di desa, namun pemiliknya tinggal di kota.
"Tanah di jawa orang di luar Jawa. Kalau ini orangnya datang ke BPN kita, kelompok ke 4 tanah itu sudah termasuk pernah bersertifikat. Nah dengan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) semua tanah jadi jelas enggak ada sepotong tanah pun yang engga jelas," kata dia.
Untuk mendapat proses PLTS, Sofyan menjelaskan hal tersebut diatur oleh Badan Pertahanan Nasional (BPN).
"BPN yang melakukannya. Masyarakat perlu menunjukkan batasnya dokumen hukum. Engga ada masalah cuma engga bisa kita sertifikatkan karena orang engga ada di tempat misalnya," jelas dia (hns/hns)