Padahal sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah dua kali melontarkan peringatan agar mempercepat pekerjaan proyek ini karena tak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Jokowi ingin Indonesia tidak ketinggalan dengan negara lain terkait pembangunan transportasi massal yang canggih.
Jokowi menegaskan, tujuan pemerintah membangun banyak infrastruktur dikarenakan untuk mengintegrasikan daerah satu dengan yang lainnya. Apalagi, negara-negara tetangga telah banyak yang menyalip Indonesia dalam hal pembangunan infrastruktur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum lagi dengan pencairan pinjaman dari China yang tak kunjung terealisasi. Berikut perkembangan terkini proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Pembebasan Lahan Mendekati 60%
|
Foto: Wisma Putra
|
"Lahan stasiun dan trase, mulai Halim hingga Bandung sepanjang 143 km, 33 km sudah dimulai konstruksi dan minggu ini akan diserahkan lagi 20 km. Total progres pembebasan lahan sudah hampir 60%," katanya kepada detikFinance saat dihubungi, Selasa (30/1/2018).
Ahmad Bambang juga menjelaskan, dari hampir 60% lahan yang sudah bebas itu, lahan untuk pembangunan kawasan Transit Oriented Development (TOD) di 4 stasiun juga sudah rampung. Sejumlah besar lahan yang akan dikembangkan sebagai TOD tersebut merupakan aset idle PTPN VIII, salah satu anggota konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Pengembangan kawasan berbasis TOD sendiri akan menjadi sumber pendapatan berulang bagi bisnis KCIC.
"Untuk lahan TOD sudah beres semua," ungkapnya.
Adapun pembebasan lahan juga menjadi salah satu syarat pencairan dana pinjaman dari China untuk pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. China diketahui meminta masalah pembebasan lahan ini segera diselesaikan oleh pemerintah, terutama di daerah Halim.
Pinjaman Bisa Cair Minggu Depan
|
Foto: Wisma Putra
|
Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan Kementerian BUMN, Ahmad Bambang mengatakan, saat ini proses pencairan masih terus berproses karena perlu kelengkapan dokumen-dokumen pendukung untuk pencairan dana tersebut.
"Ada progress, masih perlu kelengkapan dokumen-dokumen lain termasuk RUPS KCIC (Kereta Cepat Indonesia China) dan dari PSBI (PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia," katanya kepada detikFinance saat dihubungi, Selasa (30/1/2018).
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) kedua konsorsium itu sendiri akan dilakukan minggu ini. Dengan demikian, dia tidak menutup peluang pencairan pinjaman bakal rampung pada minggu depan.
"Insha Allah bisa. Tapi kan perlu proses. Seluruh dokumen disampaikan dulu ke CDB, diverifikasi baru dicairkan," ungkapnya.
Seperti diketahui, Kereta cepat Jakarta-Bandung dibangun dengan biaya US$ 5,9 miliar atau sekitar Rp 78,6 triliun oleh PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC), yang merupakan konsorsium BUMN Indonesia dan Konsorsium China Railways dengan skema business to business.
KCIC sebagai badan usaha perkeretaapian yang menjadi pengusaha proyek ini, 60% sahamnya dimiliki oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan 40% sisanya dikuasai China Railway International (CRI). PSBI merupakan konsorsium 4 BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.
Mayoritas pembiayaan proyek akan dikucurkan lewat pinjaman dari Bank Pembangunan China (CDB), sementara empat perusahaan pelat merah lain dilibatkan buat menyediakan pembebasan lahan proyek.
Rencananya struktur pembiayaan proyek KA cepat terdiri dari pinjaman CDB sebesar Rp 50,8 triliun, atau 75% dari total dana proyek. Sementara sisanya 25% berasal dari modal perusahaan gabungan BUMN Indonesia dan China yakni PT KCIC.
Diramal Baru Bisa Rampung 5 Tahun Lagi
|
Foto: Wisma Putra
|
"Sebenarnya kalau kita membuka RPJMN itu, memang enggak ada kereta cepat Jakarta-Bandung. Saya juga heran kenapa tiba-tiba Pak Presiden langsung mengutamakan itu. Kita juga sudah berikan masukan mengenai hal itu, dan nampaknya sudah terbukti dua tahun ini enggak banyak berubah. Ada kendala mungkin," katanya kepada detikFinance saat dihubungi, Selasa (30/1/2018).
Menurutnya, proyek ini memang cukup baik sebagai terobosan pada moda transportasi modern di Indonesia. Namun, pendanaan proyek yang murni business to business membuat proyek ini butuh pendalaman kajian bisnis yang cermat agar bisa tetap untung.
"Yang jelas itu kan tanpa APBN. Berarti harus ada investor. Investor juga sudah mikir-mikir, ini memberikan untung atau tidak, demandnya berapa besar. Kalau dia pengen ada properti, kira-kira properti di Walini itu bisa mendukung enggak? Bagaimana perhitungannya kalau itu jadi kota baru. Karena kalau dari penumpang sekarang saja enggak mungkin untunglah," tuturnya.
Dengan perkembangan saat ini, dia pun memprediksi proyek ini tak bakal bisa selesai di 2019 seperti target awal. Jika melihat LRT dan MRT yang dibangun sejak 2015 saja belum bisa rampung sampai saat ini, maka dengan progres saat ini, proyek ini diperkirakan baru rampung setidaknya lima tahun lagi.
"Proyeknya tetap terlaksana tapi mungkin bisa tertunda. Dulu targetnya kan 2019, kayaknya enggak mungkin lagi. Apa lagi ini butuh kehati-hatian tinggi juga. Saya kira paling cepat lima tahun lagi," pungkasnya.
Halaman 2 dari 4











































