Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto memaparkan, salah satu kesulitannya adalah keterbatasan material untuk membangun jalan guna menciptakan konektivitas.
"Di Asmat kita tidak punya batu, yang ada tanah rawa. Sekarang kalau mau bangun di sana, batu harus didatangkan dari Surabaya, Poso, Palu," katanya dalam konferensi pers di Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Kamis (8/2/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 1.920 Motor di Asmat Pakai Tenaga Listrik |
Dia menjelaskan, untuk membangun jalan di sana biayanya bisa mencapai 2 kali lipat dari pada di kota-kota yang sudah berkembang. Namun pembangunan di Asmat bukan masalah untung rugi. Saat ini mereka sangat membutuhkan infrastruktur memadai termasuk dalam menunjang konektivitas.
"Jadi jangan dihitung IRR (Internal Rate of Return) di sana atau gimana. Kalau begitu kita tidak akan pernah bangun, kalau karena minimum biaya di sana 2 kali lipat dari anggaran biasanya," ujarnya.
Salah satu penyebab kenapa harga material di sana menjadi mahal karena ongkos kirimnya sudah tinggi sehingga ketika barang masuk, harganya naik.
"Ini material mahal dan ekonomi enggak bergerak. Kenapa mahal? dari sana bawa batu, pulang kosong, jadi ongkos transport 2 kali," paparnya.
Sebenarnya, di Kabupaten tersebut ada material berupa batu untuk membangun jalan, hanya saja aksesnya juga jauh untuk mencapai sumber material tersebut. "Di sana, puncak puncak itu sebenarnya ada batu tapi bawanya sulit," ungkapnya.
Saat ini, ada 2 jembatan gantung yang sedang disiapkan untuk dibangun pemerintah yang rencananya akan menghubungkan Hainam dan Kamur (Distrik Pantai Kasuari) dan satu lagi jembatan yang akan menghubungkan Suagai Dan Yerfum (Distrik Der Koumur).
"Kita akan lengkapi dengan jembatan gantung, jalan sampai ke rumah sakit," tambahnya. (zlf/zlf)