Dalam komiknya yang terdiri dari 2 halaman itu, Hiroshi menyindir bahwa awalnya Jepang yang melakukan kajian, namun pemerintah malah memilih China lantaran biayanya yang lebih murah. Sebenarnya apa alasan pemerintah memilih China?
Berdasarkan berita yang pernah dipublikasikan detikFinance, pemerintah pemerintah memilih China lantaran mau menjalankan proyek tanpa ada penjaminan dari pemerintah. Sehingga tidak mengganggu Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Kalau yang skema Jepang itu investornya pemerintah, jadi kita harus menaruh uang yang berasal dari APBN," kata Menteri BUMN Rini Soemarno di acara Sosialisasi dan Dialog Publik Pembangunan Kereta Cepat di Grand Hotel Panghegar, Jalan Merdeka, Bandung, 19 Februari 2016.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan skema yang ditawarkan China, seluruh pendanaan bersifat komersil dari investor. Pemerintah tidak memberikan jaminan untuk proyek ini. China juga bersedia untuk menggarapnya dengan skema B to B.
Proyek ini pun akhirnya digarap oleh PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) yang merupakan konsorsium BUMN Indonesia dan Konsorsium China Railways dengan skema business to business.
KCIC sebagai badan usaha perkeretaapian yang menjadi pengusaha proyek ini 60% sahamnya dimiliki oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan 40% sisanya dikuasai China Railway International (CRI). PSBI merupakan konsorsium 4 BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.
Akhirnya pada 21 Januari 2016 proyek ini dimulai dengan dilakukan groundbreaking oleh Jokowi di Perkebunan Mandalawangi Maswati, Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat.