Jalan lintas timur Sumatera tersebut berlokasi di Provinsi Riau sepanjang 43 km, dan yang berlokasi di Provinsi Sumatera Selatan sepanjang 30 km. Direktur Pengembangan Jaringan Jalan Ditjen Bina Marga Rachman Arief Dienaputra mengatakan, alasan pemilihan jalan lintas timur lantaran lokasinya merupakan salah satu koridor utama transportasi dan logistik yang diharapkan bisa membantu turunnya biaya logistik di Sumatera.
"Dengan jalan yang tersedia, traffic akan semakin tinggi, nanti ada biaya logistik yang turun. Delta itulah yang membuat cost yang kita gunakan untuk membangun dengan benefit yang kita dapat akan lebih balance," katanya saat ditemui di Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (27/2/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara untuk Sumatera Selatan, lokasi proyeknya ada di enam ruas, di antaranya Jalan Srijaya Raya 6,3 km, Jalan Mayjen Yusuf Singadekane 5,2 km, Jalan Letjen. H. Alamsyah Ratu Perwiranegara 3,15 km, Jalan Soekarno-Hatta 8,32 km, Jalan Akses Terminal Alang-alang Lebar 4 km dan Jalan Sultan Mahmud Badarudin II 2,9 km.
Total biaya proyek preservasi di dua provinsi tersebut mencapai Rp 2,7 triliun. Cakupan proyek yang akan dikerjakan di antaranya desain, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan.
"Jadi nanti dalam 2 tahun pertama ini ditambal lubang-lubang, bahu jalan rusak, drainase, dibangun semua. Setelah itu jadi, badan usaha harus menjamin drainase jalan, rumput tidak lebih dari 10 cm di luar kota dan service agreement lainnya. Sisanya itu 13 tahun dipelihara dan pemerintah akan mencicil biaya membangun (preservasi) dan memelihara selama 13 tahun," jelas Rachman.
Seperti diketahui, selama ini pemerintah memiliki alokasi anggaran untuk pembangunan jalan maupun preservasi. Namun anggaran tersebut menjadi tidak optimal karena hanya bisa digunakan untuk sebagian ruas lantaran tidak tersedianya dana yang cukup.
Melalui skema AP, maka pemerintah akan bisa mencicil biaya pembangunan ke badan usaha, sehingga alokasi anggaran preservasi maupun pembangunan jalan bisa digunakan untuk mencicil biaya AP ke badan usaha, tapi pembangunan jalan bisa lebih banyak dan cepat dilaksanakan.
"Kita kan setiap tahun mengeluarkan uang untuk ruas tersebut. Nah uang yang kita gunakan setiap tahun tersebut akan kita gunakan untuk skema AP itu sendiri. Cuma keuntungannya dengan AP, jalan lebih cepat tersedia. Kalau kita bangun 70 km kan pasti butuh waktu sampai 4 tahun. Tapi kalau dengan AP, badan usaha melaksanakan dalam waktu maksimal dua tahun, kita bisa pelihara dan kita cicil dalam 13 tahun, duit tiap tahun itu bisa ganti ke tempat lain, sehingga penanganan jalan itu bisa lebih cepat tuntas satu per satu," pungkasnya. (eds/zlf)