"Konsultan internasional kita melakukan studi untuk willing to pay dari masyarakat, jadi berapa sih kira-kira yang masyarakat itu rela bayar. Angka rela bayarnya itu ada di sekitar Rp 8.500 per 10 km. Jadi bukan 16 km. Itu kita lihat sebagai rata-rata," kata William saat berkunjung ke markas detikcom, Jakarta, Rabu (6/6/2018).
William menjelaskan bahwa tarif itu dihitung berdasarkan jumlah penumpang yang dapat diangkut MRT setiap hari, yakni sekitar 130.000 penumpang. Angka ini, kata William juga baru dibicarakan di internal perusahaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi walaupun willing to pay, tapi saya kalau nggak ada konektivitas yang nggak bagus, saya nggak akan naik MRT juga, mending cari yang lain. Jadi itu tadi, yang kita lihat adalah harus ada konektivitas dan lainnya," jelas dia.
Lebih lanjut William mengatakan keputusan terkait tarif tersebut sejatinya ada di tangan pemerintah. Sebab, pemerintah juga dapat melakukan perhitungan-perhitungan sendiri, termasuk soal subsidi dari harga komersil. Namun, perhitungan tarif Rp 8.500 per 10 km tersebut tetap akan diusulkan ke pemerintah.
"Angka Rp 8.500 itu kan angka yang akan kita usulkan, nah tarif komersilnya kan akan dihitung nanti. Karena tarif komersilnya bukan di Rp 8.500, tarif komersil mungkin ada di Rp 20 ribu, Rp 25 ribu," katanya.
"Jadi misalnya katakan tarif komersil itu Rp 20 ribu, berarti kan kalau Rp 8.500 yang akan diputuskan berarti pemerintah akan subsidi. Rp 20 ribu-Rp 8.500 itu yang harus dilihat APBD," tuturnya.











































