Kena Gusur Lahan di Tol Desari Bisa Dapat Rp 24 Juta/Meter

Liputan Khusus Bebaskan Lahan Tol

Kena Gusur Lahan di Tol Desari Bisa Dapat Rp 24 Juta/Meter

Danang Sugianto - detikFinance
Minggu, 09 Jun 2019 18:01 WIB
Foto: Herdi Alif Al Hikam
Jakarta - Sejak awal bekerja, pemerintahan Jokowi-JK dikenal fokus membangun infrastruktur. Ratusan kilo meter (km) telah dibangun, baik itu jalan bebas hambatan maupun jalan nasional.

Salah satu kunci dari suksesnya pembangunan jalan adalah pembebasan lahan. Proses ini yang juga menentukan cepat atau lambatnya proses pembangunan jalan.

Kasubdit Pengadaan Tanah Direktorat Bina Marga Kementerian PUPR, Sri Sadono mengatakan, sejak 2014 total lahan yang sudah dibebaskan dan sudah beroperasi sepanjang 949 km. Angka itu belum termasuk lahan yang sudah dibebaskan namun masih dalam proses pembangunan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya salah satu kunci suksesnya pembebasan lahan adalah penilaian (appraisal). Warga yang terkena gusur akan lebih mudah merelakan asetnya jika tanahnya dihargai dengan layak.


Penilaian harga tanah tentu tergantung dari berbagai aspek. Salah satunya terkait lokasi. Lalu lokasi pembebasan lahan mana yang paling mahal?

Menurut Sadono, selama proses pembebasan lahan sejak 2014 harga yang paling tinggi adalah saat pembangunan Tol Depok-Antasari. Nilainya tertingginya mencapai Rp 25 juta per meter.

"Harga Rp 25 juta per meter itu waktu 2017. Tapi enggak tahu kalau sekarang, pasti lebih tinggi. Itu berdasarkan perhitungan appraisal," ujarnya saat berbincang dengan detikFinance beberapa waktu yang lalu.

Menurut catatannya hingga saat ini dana yang telah dikeluarkan untuk pembangunan Tol Desari mencapai Rp 4,495 triliun. Saat ini pembangunan Tol Desari sedang memasuki fase kedua yang menghubungkan Brigif hingga Sawangan.

Harga itu merupakan harga tertinggi dari tol Desari. Khususnya di titik yang berlokasi di Jakarta.

"Lokasinya, itu yang menentukan, lokasi strategis. Kita juga sebenarnya enggak tahu berapa. Kita terima dari tim appraisal aja, tanggung jawabnya mereka," tuturnya

Mekanisme penilaian aset atau appraisal sendiri dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Prosesnya kini dihitung berdasarkan bidang per bidang. Mekanisme ini menjadikan penghitungan harga antara satu rumah dengan rumah lainnya bisa berbeda.

"Jadi tanah tetangga pun bisa beda nilainya. Misalnya yang satu tanahnya matang yang sebelahnya tanahnya masih harus diuruk ya harganya beda. Artinya tingkat keadilannya bisa dipertanggungjawabkan. Bangunan juga dinilai. Semua dihitung termasuk tanaman. Misalnya pohon mangga atau pohon pisang. Semua yang punya nilai ekonomis," terang Sri.


Tak hanya tanaman, proses appraisal saat ini juga memasukkan unsur perhitungan non fisik. Artinya penilaian harga ganti rugi termasuk biaya-biaya proses administrasi seperti notaris bahkan hingga solatium.

Solatium merupakan penghitungan ikatan emosional terhadap rumah tersebut. Semakin lama warga menempati rumah tersebut, maka penilaian solatium akan semakin tinggi.

Dengan mekanisme yang baru tersebut, menurut Sri proses pembebasan saat ini jauh lebih baik. Dari sisi waktu juga lebih cepat. Tim appraisal ditargetkan bekerja hingga keluar harga hanya 30 hari.

"Menurut saya sudah fair, dan saya beranggapan bahwa progresnya tinggi, nilai ganti rugi yang bisa diterima masyarakat cukup besar. Kalau lihat perkembangan selama ini dari 2016 sampai sekarang sudah Rp 48 triliun yang dikeluarkan untuk pembebasan lahan. Itu nilai yang sungguh besar. Saya berpendapat warga menerima ganti rugi, artinya harga diterima," kata Sri.

Selain Tol Desari, pembangunan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu atau Becakayu juga menghargai lahan yang digusur cukup besar. Menurut hasil penghitungan penilaian aset (appraisal) di wilayah Pasar Gembrong harga tertingginya bisa menembus Rp 20 juta per meter persegi. Harga itu tergantung kondisi bidang tanahnya. (das/dna)

Hide Ads