Dalam sejarahnya, tol Cipali sebenarnya sudah digagas dari era Presiden Soeharto. Dengan berbagai permasalahan, rencana pembangunan tol sepanjang 116,75 km itu mangkrak.
Barulah di era Presiden SBY, tol ini bisa terealisasi. Ironisnya yang merealisasikan adalah perusahaan dari Malaysia PEIB. Saat itu porsi kepemilikannya 55% sisanya dimiliki PT Baskhara Utama Sedaya (BUS) sebanyak 45% dengan hak konsesi 35 tahun.
BUS sendiri awalnya merupakan konsorsium yang terdiri dari PT Bukaka Teknik Utama dan PT Baskhara Lokabuana, dan PT Interra Indo Resources yang merupakan anak usaha PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) yang dimiliki Sandiaga Uno.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu Presiden Direktur PT LMS Muhammad Fadzil mengatakan pembiayaan akan dilakukan dengan pendanaan pinjaman dari sindikasi perbankan akan segera terealisasi dengan nilai kurang lebih Rp 8,8 triliun.
Sindikasi itu dipimpin oleh Bank Mandiri dan BCA. Di dalamnya juga ada bank-bank dari Malaysia.
Tol Cipali pun akhirnya diresmikan pada 13 Juni 2015 lalu. Biaya yang dihabiskan untuk membangun tol ini mencapai Rp 13,7 triliun.
Lalu, pada 18 Januari 2017 Saratoga menjual saham BUS (45%) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Kemudian, saham tersebut dibeli oleh ASTRA Infra