DKI Jakarta memiliki sejumlah proyek infrastruktur untuk menanggulangi bencana banjir di ibu kota, salah satunya proyek Sodetan Ciliwung. Jika sudah rampung, proyek itu dijagokan mampu mengalirkan air sungai Ciliwung ke BKT sampai dengan 60 milimeter (mm) per detik.
Sayangnya, pengerjaan proyek malah mandek tanpa lanjutan. Hal itu lantaran terganjal lahan sejak tahun 2015 di daerah Otista, Kelurahan Bidara Cina, Jakarta Timur.
Awalnya begini ceritanya, Jadi Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika itu berharap proyek Sodetan Ciliwung bisa difungsikan pada Oktober 2015. Namun lahan itu masih dihuni warga Bidara Cina dan belum dibebaskan. Warga tidak terima dengan langkah Pemprov DKI yang melakukan penertiban tanpa sosialisasi terlebih dulu.
Urusan kian panjang ketika warga Bidara Cina melayangkan gugatan dengan Nomor 59/G/2016/PTUN-JKT terhadap SK Gubernur Nomor 2779/2015 tentang Perubahan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 81/2014 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Inlet Sodetan Kali Ciliwung menuju Kanal Banjir Timur (KBT) di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Dalam SK Gubernur Nomor 2779/2015 disebutkan lahan yang akan dibebaskan untuk inlet sodet Sungai Ciliwung menuju KBT seluas 10.357 meter persegi. Akan tetapi, dalam SK semula yang diterbitkan pada 16 Januari 2014 tertulis luas lahan yang akan dibebaskan hanya 6.095,94 meter persegi.
Baca juga: Lengkap! Anies Jawab Kritik DPR soal Banjir |
Padahal niat Pemprov DKI membebaskan lahan yang diduduki warga itu untuk dibangun jalur masuk air (inlet) Sodetan Ciliwung. Pembangunan tersebut merupakan proyek Kementerian Pekerjaan Umum melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC).
Majelis hakim PTUN pun mengabulkan gugatan warga untuk seluruhnya yang dibacakan pada 25 April 2016. Sebagai konsekuensinya, SK Gubernur DKI Nomor 2779/2015 harus dibatalkan.
(dna/dna)