Pembangunan Tol Cisumdawu terhambat masalah pembebasan lahan. Hal ini sempat membuat Presiden Jokowi geram, pasalnya dengan hambatan ini penyelesaian tol Cisumdawu makin molor.
Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil menyebut ada sengketa di salah satu bidang tanah yang menghambat pembangunan jalan tol yang menghubungkan Bandara Kertajati. Sebidang tanah itu menurutnya terdapat di daerah Cileunyi.
Kini, si pemilik tanah yang disebut Sofyan buka suara soal lahannya yang dibilang menghambat pembangunan. Berikut ini fakta-faktanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Lahan Pasar di Cileunyi jadi penghambat
Sebelumnya Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil sendiri memaparkan ada pemilik sebidang tanah di daerah Cileunyi yang menolak pembebasan lahan. Bahkan, pemiliknya sampai menggugat ke pengadilan.
"Kendalanya, ada tanah yang kena pasar di Cileunyi, itu ada pasar yang kena, pasar itu sebenarnya gagal lah. Pemiliknya nggak mau (dibebaskan tanahnya). Akhirnya kita digugat," ujar Sofyan kepada tim Blak-blakan detikcom.
Dia mengatakan pemerintah pusat awalnya tidak mendapatkan laporan adanya kendala dalam pembebasan lahan. Pasalnya, masalah ini diselesaikan di tingkat daerah.
"Kami nggak tahu ada gugatan itu, sampai akhirnya mau rapat kabinet kami baru tahu ada gugatan. Kami nggak turun secara ini, semua dikerjakan di tingkat daerah," kata Sofyan.
2. Pemilik lahan sengketa buka suara
Pemilik lahan yang merupakan lahan Pasar Sehat Cileunyi yakni atas nama PT Biladi Karya Abadi mengatakan pihaknya tidak menolak pembangunan. Namun justru mendukung pemerintah. Tetapi, ada sejumlah permasalahan yang belum diselesaikan oleh pemerintah.
Melalui kuasa hukumnya, Dirut PT Biladi Karya Abadi, SF yang merupakan warga Surabaya meminta pemerintah menghormati putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Kami tidak menolak pembangunan, tapi mendukung dengan memberikan lahan untuk akses keluar masuk proses pembangunan. Tetapi, mohon pemerintah mematuhi putusan besaran yang sudah inkrah," kata Kuasa Hukum pemilik lahan, Erick Ibrahim Wijayanto di Surabaya, Rabu (12/8/2020).
3. Tak cocok soal Harga
Erick memaparkan sebelumnya kliennya telah memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Bale Bandung. Erick menyebut sesuai sertifikat HGB, ada dua kavling tanah yakni kavling 37 seluas 311.166 meter persegi dan kavling 38 seluas 10.834 meter persegi.
Dua kavling ini dihargai senilai Rp 17 miliar oleh pemerintah. Padahal, jika sesuai putusan dan perhitungan sesuai harga tanah per meter, total ganti rugi tanah mencapai Rp 59 miliar.
"Jadi sesuai putusan sudah ada, nilainya Rp 12,5 juta per meter. Totalnya sekitar Rp 59 miliar yang sudah berkekuatan hukum tetap sesuai putusan. Namun, yang ditawarkan pemerintah Rp 17 miliar," tambah Erick.
(hns/hns)