Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mengalami pembengkakan biaya. Total pembengkakan biaya proyek menurut PT KAI (Persero) telah mencapai US$ 1,9 miliar atau mencapai hampir Rp 30 triliun atau tepatnya mencapai Rp 26,9 triliun (dalam kurs terkini Rp 14.200).
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya menjelaskan awalnya biaya proyek mencapai US$ 6,07 miliar atau sekitar Rp 85 triliun. Kemudian, di tengah jalan ada kemungkinan biayanya membengkak setelah ada tinjauan dari konsultan yang dilakukan PT Konsorsium Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) selaku pemilik proyek.
Indikasi membengkaknya biaya proyek sendiri diketahui pada September 2020, saat itu perkembangan proyek mengalami keterlambatan dan juga kendala pembebasan lahan. Maka dari itu pemerintah meminta KCIC untuk melakukan peninjauan ulang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salusra menyatakan hasil peninjauan keluar pada November 2020 silam, hasilnya benar saja pembengkakan terjadi. Di peninjauan ulang yang pertama, pembengkakan biaya proyek tercatat mencapai US$ 2,5 miliar atau totalnya menjadi US$ 8,6 miliar.
"Dari awalnya US$ 6,07 miliar tadi perkiraannya berkembang menjadi US$ 8,6 miliar waktu itu diestimasi pada November 2020 oleh konsultan dari KCIC," ungkap Salusra dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Rabu (1/9/2021).
Perlu diketahui, KCIC selaku pemilik proyek kereta cepat Jakarta Bandung adalah gabungan dari beberapa BUMN dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan juga gabungan perusahaan China dalam perusahaan Beijing Yawan.
Porsinya, 60% dari KCIC milik PSBI, sisanya adalah milik gabungan perusahaan China. KAI sendiri merupakan salah satu perusahaan yang berada di dalam PSBI.
Selanjutnya, Salusra menjelaskan imbas dari temuan pembengkakan biaya di awal tadi PSBI selaku perusahaan gabungan BUMN melakukan tinjauan ulang sendiri. Hasil peninjauan dengan konsultan, PSBI justru menemukan pembengkakan lebih besar.
Dia menjabarkan pembengkakan bisa terjadi mencapai US$ 3,8-4,9 miliar atau kalau ditotal dengan biaya proyek di awal menjadi US$ 9,9-10 miliar.
Sejak saat itu, perbaikan dan efisiensi pun dilakukan di tubuh KCIC selaku perusahaan induk yang menangani Kereta Cepat Jakarta Bandung. Manajemen dirombak, kemudian efisiensi biaya banyak dilakukan.
"Dengan new management, kami sudah melakukan pergantian manajemen KCIC, dibantu konsultan kami efisiensi alias melakukan cost cutting. Mulai dari efisiensi rencana TOD, pengelolaan stasiun melalui relokasi dan sebagainya," papar Salusra.
Lihat juga video 'Penampakan Pembangunan Jembatan Tertinggi Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung':