Dua Desa bakal Tenggelam Imbas Proyek Bendung Gerak Karangnongko

Dua Desa bakal Tenggelam Imbas Proyek Bendung Gerak Karangnongko

Febrian Chandra - detikFinance
Minggu, 19 Sep 2021 13:45 WIB
Lokasi proyek Bendung Gerak Karangnongko
Foto: Lokasi proyek Bendung Gerak Karangnongko/Febrian Chandra-detikcom
Blora -

Berjarak hampir 45 Kilometer dari pusat kota Kabupaten Blora, Desa Ngrawoh di Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora akan menjadi salah satu desa yang menjadi sejarah, apabila proyek pembangunan bendung gerak (BG) Karangnongko dibangun. Sebab pembangunan bendungan ini akan berdampak pada 5 desa di sekitar proyek. Yakni desa Mendenrejo, Ngrawoh, Nginggil, Ngkebak dan Megeri.

Dua diantara desa tersebut dipastikan tenggelam. Kedua desa itu adalah Desa Ngrawoh dan Desa Nginggil.

Berkendara sepeda motor dari kantor Kecamatan Kradenan menuju desa Ngrawoh, di sepanjang perjalanan tersaji lekukan barisan pegunungan kendeng selatan, nampak gersang namun elok. Dulunya kawasan pegunungan ini adalah hutan jati, sekarang gundul dan menjadi lahan garapan sawah petani pinggir hutan. Jalan aspal yang mengelupas menjadi bukti wilayah tersebut sudah lama tak tersentuh pembangunan, yang tentunya bikin isi perut kocak saat berkendara. Namun bagi warga setempat nampak lincah berkendara melewati jalan menuju desa "tenggelam" meski sedang membawa setumpuk hasil panen di jok belakang motor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika menengok di sisi kiri, tersaji pemandangan bengawan solo, tentu dengan warna air hitam pekat akibat tercemar limbah ciu.

Setelah berkendara hampir 20 menit, tibalah di gapura desa dengan tulisan sambutan "Selamat Datang di Kampung KB Desa Ngrawoh". Lega rasanya. Di sana langsung menuju warung kopi yang berada di bawah pohon trembesi yang rindang. Pak "Gi" atau petinggi, (sapaan jabatan pak lurah). Sudah menunggu di sana, karena memang sudah membuat janji.

ADVERTISEMENT

"Monggo silahkan duduk, istirahat dulu sejenak. Sambil ngopi," kata Purwondo Kepala Desa Ngrawoh menyambut kedatangan detikcom.

Purwondo mulai bercerita, tentang kepastian kapan proyek itu dilaksanakan. Semenjak dilantik menjadi kepala desa pada tahun 2019, sosialisasi pembangunan BG Karangnongko sudah dilakukan sebanyak dua kali. Sosialisasi dilakukan di tingkat kecamatan dan kabupaten.

"Tapi untuk sampai saat ini, saya selaku kepala desa belum tahu persis kapan dilakukan pembangunan. Yang jelas sudah pernah ada sosialisasi," katanya.

Terkait seluruh wilayah desa yang akan ditenggelamkan, Purwondo menjelaskan, dari kabar terakhir ada penurunan luas wilayah desa yang tenggelam. Dari 95% menjadi 63% dari luas wilayah desa. Jadi ada penurunan luas wilayah yang ditenggelamkan.

"Meski ada penurunan luas wilayah yang ditenggelamkan, namun wilayah yang ditenggelamkan adalah kawasan hunian penduduk atau perkampungan. Fasilitas umum seperti sekolah dan masjid juga tenggelam," jelasnya.

Di Desa Ngrawoh hanya ada satu dukuh dengan 3 RT. Itu diisi oleh 207 kepala keluarga dengan total penduduk 660 jiwa. Sedangkan luas wilayah desa seluas 7992 meter persegi. Dengan mayoritas penduduk desa bekerja sebagai petani.

Pro - Kontra terkait rencana pembangunan BG Karangnongko pun mulai timbul. Menanggapi hal itu, Purwondo mengaku tunduk patuh dengan keputusan dari pemerintah pusat.

"Setuju - tidak setuju, mau - tidak mau, suka - tidak suka keputusan harus diterima. Karena pembangunan BG menjadi salah satu program strategis nasional," katanya.

Pendataan untuk menghitung ganti rugi warga sudah dilakukan. Seperti rumah, luas lahan sawah hingga tanaman-tanaman milik warga sudah didata, namun dari hasil data tersebut pihak pemerintah Desa belum diberitahu.

"Sudah dihitung, sudah pernah ada petugas yang datang untuk mendata dan menghitung. Namun hasilnya seperti apa sampai saat ini pemerintah Desa belum diberi tahu," terangnya.

Lanjut ke halaman berikutnya

Simak Video: Setop Sebut Rumah Kami Kampung Janda

[Gambas:Video 20detik]



Unek-unek warga

Dari unek-unek warganya, selain ganti rugi, warga juga menginginkan direlokasi tidak jauh dari kampung. Atau tempat relokasi berada di sebelah desa yang tidak jauh dari proyek BG Karangnongko. Hanya saja wilayah yang dipilih warga itu adalah wilayah Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) yang saat ini dikelola oleh Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

"Keinginan warga, lokasi relokasi tidak jauh dari proyek bendungan. Agar warga juga bisa merasakan manfaat pembangunan bendungan. Relokasi bergeser tidak jauh dari desa ini, atau di kawasan KHDTK," terangnya.

Purwondo pun meminta kepada pemerintah pusat agar proses relokasi berjalan terlebih dahulu sebelum proyek bendungan berjalan. Seperti rumah, fasilitas umum, akses jalan, jaringan listrik sudah terpenuhi dilokasi relokasi.

"Terakhir, sudah tergambar untuk perumahan warga. Tapi anehnya dari denah itu warga belum tahu. Jadi yang dulu warga tahu rumah yang tergenang, wilayah yang terdampak direlokasi dan dibiayai pemindahannya. Dan warga tinggal menempati rumah tempat tinggal baru. Mungkin semacam itu," ungkapnya.

Lokasi proyek Bendung Gerak KarangnongkoLokasi proyek Bendung Gerak Karangnongko Foto: Lokasi proyek Bendung Gerak Karangnongko/Febrian Chandra-detikcom

Purwondo juga meminta kepastian kapan proyek tersebut akan dilaksanakan, sebab hal itu menjadi pertimbangan anggaran dana desa dialokasikan untuk membangun apa.

"Tau sendiri lokasi infrastruktur dalam desa juga jelek. Tiwas nanti saya bangun tahu-tahu proyek berjalan. Kan jadi mubazir uang yang digunakan untuk membangun karena pada akhirnya ditenggelamkan," jelasnya.

Menanggapi lokasi relokasi berada di lahan KHDTK, UGM melalui Dosen Fakultas Kehutanan, Teguh Yuwono mengatakan, pihaknya mempersilahkan lahan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) ditempati sebagai tempat relokasi terdampak pembangunan Bendungan Karangnongko. Karena selama ini UGM hanya bersifat hak pengelola KHDTK.

"Kalau dari kami silahkan ditempati, namun keputusan tidak berada di kami. Pengambilan keputusan adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Jika nanti Kementerian memberikan ijin kami persilakan, karena kami sifatnya adalah sebagai hak pengelola. Kami siap mengikuti segala proses yang ada," kata Teguh saat dihubungi detikcom.

Teguh menjelaskan wilayah KHDTK yang dikelola UGM seluas 10 ribu Hektare lebih. Jika direlokasi dan pemerintah pusat mengijinkan dia berasumsi pemerintah akan memberikan ganti lahan untuk rumah beserta pekarangan, fasilitas umum dan fasilitas sosial. Namun tidak untuk lahan sawah yang dimiliki warga, Teguh menafsirkan warga hanya memiliki hak garap lahan di tengah hutan, bukan hak milik.

"Kalau untuk relokasi rumah, fasum dan fasos saya kira pasti akan diberikan ya. Namun untuk sawah, warga bisa memanfaatkan uang ganti rugi atau untung yang diberikan pemerintah untuk membeli sawah di lokasi desa tetangga misalnya. Tapi bukan berarti warga tidak boleh menggarap lahan hutan. Hanya saja sifatnya hak garap bukan hak milik. Sebab wilayah hutan di Jawa ini luasnya sudah terbatas. Kalau pendapat pribadi, saya tidak setuju jika beralih menjadi sawah hak milik ," kata Teguh Ketua tim pengelola KHDTK UGM.

Lanjut ke halaman berikutnya

Simak Video: Setop Sebut Rumah Kami Kampung Janda

[Gambas:Video 20detik]




Sementara itu, Sam Gautama Kepala PUPR Kabupaten Blora mengatakan, pembangunan BG Karangnongko akan berdampak hilangnya ruas jalan Kabupaten sepanjang 3 Kilometer.

"Jalan sepanjang 3 kilometer juga akan hilang atau tenggelam apabila pembangunan bendungan itu berjalan," kata Sam.

Sam sedikit membocorkan perkiraan anggaran untuk melakukan pembebasan lahan mencapai hampir Rp 1 Triliyun. Anggaran sebesar itu tidak untuk pembebasan lahan di wilayah Kabupaten Blora saja, namun juga untuk wilayah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur yang turut berdampak. Ganti rugi lahan itu meliput lahan sawah, perumahan, tanaman, fasilitas umum, fasilitas sekolah dan lahan Perhutani.

"Kalau harga berdasarkan NJOP sekitar Rp 200 Miliar lebih. Tapi jika harga lapangan kira-kira mencapai Rp 1 triliunan," terangnya.

Sam menjelaskan, fungsi dibangunnya BG Karangnongko adalah untuk memenuhi kebutuhan air irigasi di Blora dan Bojonegoro. Jadi dalam bendungan ini nanti ada pintu bangunan dari sisi kanan ada di Desa Ngelo, Bojonegoro, Jawa Timur dan sisi kiri ada di Desa Mendenrejo Kecamatan Kradenan Blora, Jawa Tengah. Yang nantinya untuk irigasinya akan sampai ke Kecamatan Kedungtuban dan Cepu.

"Nantinya Blora akan mendapatkan jatah air baku, yang akan disalurkan ke Blora. Air baku untuk Blora 100 liletr perdetik,'' jelasnya.

Untuk saluran irigasi untuk wilayah Blora lanjutnya, hingga panjang saluran induk/ primer sepanjang 10,876 kilometer. Sedangkan untuk situs - situs bersejarah seperti situs Nginggil hampir dipastikan juga akan turut tenggelam.

"Ya tenggelam juga. Nanti dilihat ya bagaimana gambarnya. Tapi sepertinya hilang atau tenggelam juga," terangnya.

Terpisah Isgiyanto dari pihak Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWS-BS) mengatakan, untuk pembangunan Bendung Gerak Karangnongko pembangunannya ditunda atau tidak dilakukan tahun ini.

"Ditunda ya, karena ada refocusing anggaran untuk penanggan COVID-19. Maka pembangunan ditunda. Terkait kepastian kapan dibangun, hal itu menjadi kewenangan pemerintah pusat atau kementrian PUPR. Kalau kami di daerah kalau ada perintah siap saja menjalani," kata Isgiyanto.

Isgiyanto mengatakan, untuk pembangunan itu dibutuhkan anggaran sebesar Rp 1,5 triliun dan bersifat multiyears.

"Anggarannya hampir sebesar Rp 1,5 Triliun. Itu pembangunan bersifat multi years. Sebenarnya pembangunan tersebut sudah siap lelang. Sudah ada dananya. Karena ada refocusing maka ditunda. Bendungan itu untuk menampung 60 juta meter kubik," katanya.

Dihubungi terpisah, Bupati Blora Arif Rohman mengatakan, pembangunan Bendung Gerak Karangnongko masuk salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN), namun karena ada refocusing anggaran untuk penanganan COVID-19 maka pembangunan yang seharusnya dijalankan tahun ini di tunda. Namun begitu apabila proyek tersebut berjalan dia meminta kepastian relokasi warga yang terdampak.

Karena memang lanjutnya, beban terberat atas proyek ini di Blora dimana harus bedol desa. Yang mana diperkiakan dua desa akan terdampak penuh, yakni Desa Ngrawoh dan Desa Nginggil. Kemudian Desa Nglebak, hanya sebagian. Sedangkan di Desa Mendenrejo sebagai lokasi dibangunnya bendungan tak ada rumah warga yang terdampak.

"Dampak terbesar dari proyek ini adalah dampak sosial, dimana proyek strategis nasional dengan bedol desa ini merupakan yang pertama di wilayah Blora. Perlu pendekatan ke masyarakat apabila proyek ini kembali dijalankan," terangnya.

Simak Video: Setop Sebut Rumah Kami Kampung Janda

[Gambas:Video 20detik]




Hide Ads