Ini Alasan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dinilai Sulit Balik Modal

Ini Alasan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dinilai Sulit Balik Modal

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 14 Okt 2021 17:41 WIB
Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung terus dikebut. PT KCIC pun mengklaim progres pembangunan proyek kereta cepat itu sudah mencapai 77,92 persen.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dinilai tidak akan balik modal. Proyek ini juga disebut oleh ekonom senior Faisal Basri sebagai proyek yang mubazir dan tidak menguntungkan, bahkan sampai kiamat pun tidak akan balik modal.

Hal ini pun dibenarkan oleh para pakar transportasi. Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang setuju bila kereta cepat akan sangat sulit balik modal. Apalagi kalau saat ini cuma mengandalkan penghasilan dari tiket saja.

Dia menilai kereta cepat kemungkinan tidak akan menjadi transportasi favorit masyarakat, artinya moda transportasi yang satu ini kemungkinan akan sulit dilirik penumpang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu alasannya adalah tiket kereta cepat akan sangat mahal, di atas Rp 200 ribu. Jauh lebih mahal dari tarif kereta reguler yang melayani rute Jakarta-Bandung saat ini, Argo Parahyangan.

"Memang benar. KA cepat kita akan sulit balik modal apabila hanya mengandalkan dari fare box. Supaya balik modal mungkin tiket akan dibanderol mahal-mahal, padahal kemauan bayar publik saat ini di rentang Rp 100.000 - 200.000. Itu dari asumsi ada kereta KA Argo Parahyangan," ungkap Deddy kepada detikcom, Kamis (14/10/2021).

ADVERTISEMENT

Bukan cuma tiketnya saja yang mahal, menurutnya kereta cepat kurang strategis stasiunnya meskipun menawarkan kecepatan perjalanan. Bisa jadi publik tetap memilih Argo Parahyangan yang perjalanannya 3 jam dari Jakarta-Bandung karena mudahnya akses dari pusat kota walaupun kereta cepat sudah beroperasi.

Deddy mengatakan untuk naik kereta cepat, orang Jakarta mesti menuju ke kawasan Halim yang berada di ujung timur Jakarta yang menurutnya cukup jauh dari pusat kota. Sementara di Bandung, stasiun kereta cepat mentok di Padalarang, yang artinya harus menempuh perjalanan tambahan 25 km untuk sampai ke pusat kota Bandung.

"Masa tiket mau dijual mahal tapi calon penumpang harus bersusah payah dulu? Susah payah mencapai Halim, dan berhentinya di Padalarang yang masih perlu transit ke kota Bandung," kata Deddy.

Sependapat, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno juga menilai kereta cepat akan sulit balik modal karena sulitnya mendapatkan penumpang.

Lanjut ke halaman berikutnya

Sama seperti Deddy, dia juga menyoroti soal stasiun yang tidak strategis. Dia bilang hanya di Indonesia, kereta cepat penempatan stasiunnya tidak berada di pusat kota.

"Kendalanya lagi ini tuh adalah stasiunnya itu jauh dari pusat kota, siapa yang mau naik? Di dunia ini kereta cepat itu berangkat dari pusat kota, hanya di Indonesia ini ada di ujung-ujung," ungkap Djoko.

Belum lagi ini transportasi umum di Bandung belum tertata dengan baik, bisa saja penumpang kereta cepat yang turun di Padalarang tak dapat trayek angkutan umum menuju pusat kota Bandung.

"Orang dari stasiun yang di kabupaten itu mau ke Bandung Kota jauh lagi, belum tentu juga ada angkutannya. Kalau dipikir mending naik mobil sendiri atau travel aja kan daripada ribet," kata Djoko.

Djoko juga mengatakan alternatif dari kereta cepat pun banyak, bahkan lebih mudah dan tak kalah cepat. Misalnya saja jalan tol, sepanjang Jakarta ke Bandung jalan tol sudah tersambung dengan baik. Bahkan penambahan rute jalan tol pun terus dilakukan.

"Kereta cepat banyak alternatifnya kan. Ada jalan raya dan tolnya yang makin baik. Jalan tolnya juga bisa yang layang, nggak macet. Bahkan tol Cikampek ke dua juga mau dibangun juga," sebut Djoko.


Hide Ads